KISAH Pulau Dewa Lebur
Kisah
ini menceritakan tentang peperangan antara Sanghyang Wenang melawan Nabi
Suleman yang berakhir dengan kehancuran Pulau Dewa, dan disambung dengan
berdirinya Kahyangan Tengguru. Sumber dari penyusunan kisah ini adalah Serat
Paramayoga karya Ngabehi Ranggawarsita, dengan sedikit pengembangan.
NAGA ANANTAWASESA MEMINTA PERLINDUNGAN
Di
Kahyangan Pulau Dewa, Sanghyang Wenang menerima kedatangan sang mertua, yaitu
Prabu Hari, beserta Patih Sangadik. Yang dibicarakan adalah rencana Prabu Hari
untuk turun takhta dan menyerahkan Kerajaan Keling kepada cucunya, yaitu
Sanghyang Tunggal. Namun, Sanghyang Wenang menjelaskan bahwa saat ini putra
pertamanya itu sedang pergi berkelana. Rupanya Sanghyang Tunggal mewarisi sifat
turun-temurun dari para leluhur yang suka mengembara dan melakukan tapa brata.
Sanghyang
Wenang juga menceritakan bahwa Dewi Sahoti saat ini sedang mengandung untuk
yang kedua kalinya dan mungkin sebentar lagi akan melahirkan. Prabu Hari sangat
senang mendengar berita gembira ini dan tidak sabar menunggu kelahiran cucunya.
Tiba-tiba
datang seorang raja jin berwujud ular besar bernama Naga Anantawasesa dari
Kerajaan Saptapratala yang mengaku ingin menjadi pengikut Sanghyang Wenang.
Tadinya ia adalah penganut agama Nabi yang diajarkan oleh Nabi Suleman di
Kerajaan Bani Israil, namun kemudian tertarik untuk berpindah menjadi penganut
agama Dewa. Hal ini didengar oleh pemuka bangsa jin yang mengabdi kepada Nabi
Suleman, bernama Jin Sakar. Terjadilah perselisihan di mana Jin Sakar memaksa
Naga Anantawasesa supaya kembali memeluk agama Nabi. Naga Anantawasesa menolak
dan terjadilah pertempuran. Karena jumlah pasukan Jin Sakar lebih banyak, ia
pun terdesak dan melarikan diri menuju Kahyangan Pulau Dewa untuk meminta
perlindungan.
Tidak
lama kemudian, Jin Sakar datang menyusul dan meminta supaya Naga Anantawasesa
diserahkan kepadanya. Jin Sakar juga memperingatkan Sanghyang Wenang agar
meninggalkan agama Dewa dan kembali kepada agama yang benar, yaitu yang sudah
turun-temurun sejak zaman Nabi Adam. Apalagi saat ini yang menjadi pemuka agama
adalah Nabi Suleman, yang juga merajai bangsa manusia, jin, dan segala jenis
binatang di wilayah Bani Israil.
Sanghyang
Wenang mengatakan bahwa masalah agama adalah masalah keyakinan yang tidak bisa
dipaksakan. Prabu Hari kesal melihat ulah Jin Sakar dan menantangnya keluar.
Pertemuan pun dibubarkan.
KELAHIRAN SANGHYANG HENING DAN DEWI SUYATI
Sanghyang
Wenang menemui istrinya, Dewi Sahoti yang hendak melahirkan. Tidak lama
kemudian lahirlah sepasang Akyan, laki-laki dan perempuan, yang masing-masing
memancarkan cahaya. Sanghyang Wenang memandikan keduanya dengan Tirtamarta
Kamandanu, sehingga memiliki wujud bayi dan dalam waktu singkat berubah pula
menjadi dewasa.
Sanghyang
Wenang lalu memberi nama untuk mereka berdua. Yang laki-laki diberi nama
Sanghyang Hening, sedangkan yang perempuan diberi nama Dewi Suyati.
JIN SAKAR MENJADI PENGIKUT SANGHYANG WENANG
Prabu
Hari berhadap-hadapan dengan Jin Sakar. Terjadilah pertempuran antara pasukan
jin Kahyangan Pulau Dewa melawan pasukan jin Kerajaan Bani Israil. Pada mulanya
pihak Pulau Dewa terdesak kewalahan. Namun kemudian Sanghyang Wenang turun ke
medan laga dan mengeluarkan Aji Pangabaran, membuat Jin Sakar dan para
prajuritnya terkulai lemas tanpa daya dan menyerah kalah.
Jin
Sakar mohon ampun dan menyatakan diri tunduk kepada Kahyangan Pulau Dewa.
Sanghyang Wenang lalu bertanya mengapa Nabi Suleman bisa begitu berkuasa
terhadap segala jenis makhluk hidup, mulai dari manusia, jin, serta binatang.
Jin Sakar menceritakan bahwa Nabi Suleman memiliki cincin pusaka pemberian
Tuhan bernama Cincin Maklukatgaib yang menjadi daya kesaktiannya.
Sanghyang
Wenang tertarik dan ingin memiliki cincin pusaka tersebut. Prabu Hari
menasihati bahwa menginginkan benda milik orang lain adalah perbuatan yang
tidak baik. Namun Sanghyang Wenang mengabaikan nasihat mertuanya dan tetap
memerintahkan Jin Sakar untuk pergi mencurinya.
Jin
Sakar menyatakan sanggup dan segera berangkat meninggalkan Kahyangan Pulau Dewa
menuju ke Negeri Bani Israil. Sementara itu, Prabu Hari menjenguk Dewi Sahoti
yang baru saja melahirkan dan menemui kedua cucu barunya dengan penuh suka
cita. Setelah itu, ia dan Patih Sangadik mohon pamit pulang ke Kerajaan Keling.
JIN SAKAR MENCURI CINCIN MAKLUKATGAIB
Jin
Sakar tiba di tempat tujuan dan diam-diam menyusup ke dalam kamar tidur Nabi
Suleman. Ketika Sang Nabi sedang mandi, Cincin Maklukatgaib ditinggal di dalam
kamar tidurnya. Jin Sakar yang sudah hafal kegiatan sehari-hari Nabi Suleman
pun dapat mencuri cincin tersebut dan memakainya di jari. Ketika Nabi Suleman
selesai mandi dan hendak mengambil cincin itu, Jin Sakar lebih dulu menyerangnya
sampai pingsan dan kemudian melemparkan tubuhnya ke laut.
Setelah
memakai cincin pusaka tersebut, Jin Sakar menjadi lupa diri. Ia pun menyamar
sebagai Nabi Suleman dan duduk di atas takhta memimpin segenap rakyat Bani
Israil. Setelah empat puluh hari bersenang-senang, Jin Sakar akhirnya teringat
pada Sanghyang Wenang. Ia lalu meninggalkan Kerajaan Bani Israil dan kembali
menuju Kahyangan Pulau Dewa.
NABI SULEMAN MENDAPATKAN KEMBALI CINCIN MAKLUKATGAIB
Rupanya
perbuatan Jin Sakar mencuri Cincin Maklukatgaib dan menyamar menjadi Nabi
Suleman telah diketahui oleh para jin lainnya. Mereka pun mengejar Jin Sakar
dan berhasil menyusulnya. Terjadilah pertempuran di atas laut. Jin Sakar
terdesak kewalahan dan Cincin Maklukatgaib pun jatuh ke dalam laut. Ia kemudian
melarikan diri kembali ke Kahyangan Pulau Dewa.
Sementara
itu, nasib Nabi Suleman yang telah dibuang ke laut oleh Jin Sakar ternyata
dapat diselamatkan oleh para pencari ikan dalam keadaan sakit parah. Ia pun
dirawat di desa nelayan dan setiap hari berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa
supaya diberi kesembuhan.
Doa
tersebut akhirnya dikabulkan. Cincin Maklukatgaib yang jatuh ke laut telah
digigit oleh seekor ikan, dan ikan itu kemudian ditangkap para nelayan.
Mengetahui ada yang aneh pada mulut ikan tersebut, para nalayan pun
mempersembahkannya kepada Nabi Suleman.
Nabi
Suleman sangat gembira bisa menemukan kembali Cincin Maklukatgaib dan langsung
mendapat kesembuhan. Ia pun berterima kasih kepada para nelayan dan segera
kembali ke Kerajaan Bani Israil.
SANGHYANG TUNGGAL BERKELUARGA
Di
Kahyangan Selongkandi, Sanghyang Darmajaka telah memiliki lima orang anak,
bernama Dewi Darmani, Sanghyang Darmana, Sanghyang Triyarta, Sanghyang
Caturkaneka, dan Sanghyang Pancaresi. Adapun Dewi Darmani telah dinikahkan
dengan Sanghyang Tunggal, putra sulung Sanghyang Wenang. Dari perkawinan itu
telah lahir tiga orang putra, yaitu Sanghyang Rudra, Sanghyang Darmastuti, dan
Sanghyang Dewanjali.
Telah
cukup lama Sanghyang Tunggal tinggal di Kahyangan Selongkandi. Pada suatu hari
ia bermimpi melihat Kahyangan Pulau Dewa hancur lebur karena bencana alam
besar-besaran. Seketika ia pun merasa cemas terhadap keselamatan orang tuanya.
Maka, ia lantas mohon pamit kepada Sanghyang Darmajaka untuk pulang ke Pulau
Dewa. Sanghyang Darmajaka pun memberikan izin, serta berharap Sanghyang Wenang
sekeluarga selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Mahakuasa.
NABI SULEMAN MENGHANCURKAN PULAU DEWA
Di
Kahyangan Pulau Dewa, Sanghyang Wenang menerima kedatangan Jin Sakar yang baru
kembali dari menjalankan tugas di Kerajaan Bani Israil. Jin Sakar memohon ampun
karena dirinya telah lupa diri sehingga pada akhirnya gagal mendapatkan Cincin
Maklukatgaib. Sanghyang Wenang menerima laporan tersebut dengan perasaan pasrah
kepada takdir Tuhan. Ia juga merasa bersalah karena tidak sepantasnya
menginginkan benda milik orang lain yang bukan menjadi haknya.
Sanghyang
Wenang kemudian menyambut kedatangan Sanghyang Tunggal, putra sulungnya. Mereka
lalu saling becerita tentang keadaan masing-masing. Sampai akhirnya, Sanghyang
Tunggal menceritakan mimpi buruk yang telah dialaminya. Baru saja Sanghyang
Tunggal mengakhiri cerita, tiba-tiba terjadi bencana alam besar-besaran melanda
Pulau Dewa. Ternyata Nabi Suleman telah datang secara diam-diam untuk menghukum
Jin Sakar dan para pengikutnya yang telah berkhianat. Ia memasang pusaka Kasang
Tumbal, sehingga menyebabkan Pulau Dewa diguncang gempa bumi dan banjir besar,
serta Gunung Tunggal pun meletus hebat.
Para
jin pengikut Pulau Dewa menjadi kocar-kacir dan berteriak-teriak mohon ampun.
Sanghyang Wenang merasa tidak mampu menghadapi tumbal yang dipasang Nabi
Suleman dan memutuskan untuk pergi mengungsi. Selain itu ia juga mengetahui
cerita zaman dulu, bahwa Sayidina Anwas pernah bersumpah akan ada keturunannya
yang bisa mengalahkan keturunan Sayidina Anwar, dan inilah saatnya sumpah itu
menjadi kenyataan.
Dalam
keadaan gawat itu, Naga Anantawasesa mengusulkan supaya Sanghyang Wenang
sekeluarga mengungsi saja ke tempat tinggalnya di Kerajaan Saptapratala yang
terletak di dalam perut bumi. Sanghyang Wenang akhirnya menerima usulan
tersebut dan segera berangkat dengan dipandu raja jin berwujud ular besar itu.
SANGHYANG WENANG MEMBANGUN KAHYANGAN TENGGURU
Beberapa
tahun kemudian Prabu Hari datang menemui Sanghyang Wenang di Kerajaan
Saptapratala dan menyampaikan berita bahwa Nabi Suleman telah meninggal dunia
karena usia tua. Sanghyang Wenang sekeluarga pun muncul kembali ke permukaan
bumi, namun saat itu Pulau Dewa sudah hancur berkeping-keping menjadi
pulau-pulau kecil.
Sanghyang
Wenang kemudian pindah ke Pegunungan Himalaya dan mendirikan kahyangan baru
yang tidak kalah indahnya di puncak Gunung Tengguru. Sementara itu, Prabu Hari
menyatakan turun takhta dan menyerahkan Kerajaan Keling kepada Sanghyang
Tunggal. Sanghyang Tunggal lalu memboyong Dewi Darmani dan ketiga putra mereka
untuk tinggal di sana.
Sementara
itu, Naga Anantawasesa yang telah berjasa besar dengan menyediakan Kerajaan
Saptapratala sebagai tempat pengungsian Sanghyang Wenang sekeluarga juga
mendapatkan anugerah. Ia pun menjadi menantu Sanghyang Wenang, yaitu dinikahkan
dengan Dewi Suyati.
King Solomon, The Lost of The Ring
Meskipun
di dalam kitab suci Al-Qur'an terdapat kisah para nabi, akan tetapi tidak
keseluruhan perjalanan hidup para nabi itu dikisahkan dalam Al-Qur'an. Jika
semua diceritakan, tentu tebalnya tidak akan seperti sekarang ini. Al-Qur'an
hanya menceritakan sebagian kecil dari perjalanan hidup para rasul atau kaum
tertentu yang dianggap penting dan bisa diambil hikmahnya untuk pedoman hidup
manusia, selebihnya kita disuruh mempelajari sendiri melalui kitab-kitab
terdahulu atau melalui penelitian dan sebagian lain tidak diungkapkan karena
akan tetap menjadi rahasia Allah.
Kali
ini saya akan menceritakan riwayat Nabi Sulaiman (Solomon/Salomo), ketika
kehilangan cincinnya (hatim Sulaiman) berdasarkan riwayat yang beredar luas,
yang tidak tercantum secara detil dalam Al-Qur'anul Karim.
Ilustrasi Cincin Sulaiman
Wahab
bin Munnabbih mengatakan, Sulaiman senantiasa memakai cincin di jarinya. cincin
Sulaiman AS berasal dari Allah yang memiliki empat sisi. Diantara sisinya
tertulis kata “Laa Ilaha Illallahu Wahdahu Laa Syariik Lahu Muhammadun Abduhu
wa Rosuuluhu, artinya : ‘Tidak ada tuhan
selain Allah tidak ada sekutu bagi-Nya.
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya”. Pada sisi kedua tertulis,”Allahumma
Maalikal Mulki Tu’til Mulka Man Tasya wa Tanzi’ul Mulka Man Tasya wa Tu’izzu
Man Tasya wa Tuzillu Man Tasya, artinya : ‘Wahai Allah Raja yang memiliki
kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki, Engkau
cabut (kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki” Pada sisi
ketiga tertulis,”Kullu syai’in Haalikun Illalloh. Artinya : ‘Segala
sesuatu akan musnah kecuali Allah.” Dan pada sisi keempat
tertulis,”Tabarokta Ilahiy Laa Syariika Laka artinya : ‘Maha suci Engkau wahai
Tuhanku yang tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Cincin tersebut memiliki
cahayayang bersinar yang apabila dikenakan maka akan berkumpul para jin, manusia, burung, angin, setan dan awan.
Dia
tidak pernah melepaskannya siang dan malam. Apabila masuk ke toilet, dia
mencopotnya dan menitipkan kepada orang yang dipercayainya. Pada cincin
tersebut tertulis ismul A'zham (nama Allah yang Agung). Pada suatu ketika, dia
mencopot cincin tersebut dan menitipkannya kepada seorang hamba sahaya wanita.
Salah satu jin ifrit datang kepada hamba sahaya tersebut dalam rupa Sulaiman.
Si hamba sahaya tidak meragukan lagi orang itu adalah Sulaiman. Dia (jin ifrit)
ambil cincin tersebut darinya dan mengenakan ke jarinya. Kemudian dia pergi
lalu duduk di atas kursi Sulaiman. Bala tentaranya, dari golongan manusia, jin,
dan burung, datang dan berdiri dihadapannya seperti biasanya. Mereka menyangka
orang tersebut adalah Sulaiman.
Tatkala
Sulaiman keluar dari toilet, dia meminta cincinnya dari si hamba sahaya. Si
hamba sahaya memandangi Sulaiman, dia melihat rupa Sulaiman telah berubah.
Kemudian dia berkata, 'Kamu siapa?' Sulaiman menjawab, 'Aku adalah Sulaiman bin
Dawud.' Si hamba sahaya berkata, 'Sulaiman telah mengambil cincinnya, lalu
pergi dan duduk di atas kursinya.' Mendengar hal itu, Sulaiman tahu bahwa jin
ifrit telah memperdaya si hamba sahaya lalu mengambil cincin darinya. Sulaiman
lari ke padang pasir dan tempat sunyi. Dia merasakan lapar dan haus.
Kadang-kadang dia meminta kepada orang-orang untuk memberinya makanan. Dia
berkata, 'Aku adalah Sulaiman bin Dawud.' tetapi orang-orang tidak
mempercayainya.
Sulaiman
a.s. menjalani keadaan seperti itu selama empat puluh hari, dengan perut lapar,
baju lusuh, dan tidak berpenutup kepala. Selanjutnya, dia datang ke sebuah
pantai. Di sana dia melihat sejumlah nelayan. Kemudian dia menemani mereka dan
bekerja bersama mereka.
Ilustrasi Haykal Sulaiman
Pada
saat itu, Ashif bin Barkhiya berkata, 'Wahai Bani Israil. sesungguhnya cincin
Sulaiman telah dicuri oleh setan. Sulaiman sendiri kabur menjauh dari kita.'
Tatkala ifrit duduk di atas kursi mendengar perkataan itu, ia kabur menuju laut
dan cincin yang ada di jarinya dilemparkan ke laut itu. Cincin tersebut
kemudian ditelan seekor ikan yang ada di laut itu. Sulaiman diperintahkan oleh
Allah untuk memburu ikan tersebut. Akhirnya, dia menemukan ikan yang menelan
cincinnya itu. Di bedah perut ikan tersebut, ternyata di dalamnya ada cincin
Sulaiman. Diambil cincin itu, kemudian dia kenakan ke jarinya, lalu sujud
bersyukur kepada Allah. Ketika itu juga di berdiri lalu kembali ke kursinya dan
duduk di atasnya.
Wahab
bin Munabbih mengatakan, penyebab diambilnya cincin dan dikembalikan kepada
Sulaiman adalah dalam suatu peperangan Sulaiman menaklukan Raja Yunani. Raja
tersebut dibunuh, kerajaan dan hartanya dikuasai dan anak-anaknya ditawan. Di
antara anak-anak raja tersebut ada seorang anak gadis yang cantik tidak ada
tandingnya. Sulaiman sangat mencintainya. Dia tidak sabar barang sesaat pun
untuk berpisah dengannya. Kecintaan Sulaiman terhadapnya menyisihkan kepada
istri-istrinya yang lain. Pada suatu hari, Sulaiman menemuinya. Dia
menjumpainya sedang bersedih. Sulaiman berkata kepadanya, 'Ada apa denganmu?'
Wanita itu menjawab,' Aku teringat kepada bapakku dan kerajaannya. Aku memohon
kepadamu agar menyuruh beberapa jin untuk membuatkan patung bapakku sehingga
setiap kali aku melihatnya kesedihanku bisa hilang.
Atas
permintaan tersebut, Sulaiman menyuruh jin 'Ifrit yang bernama Shakhr al-Marid
untuk membuatkannya. Maka, jin 'Ifrit itu membuat sebuah patung yang seperti
bapaknya yang hampir saja bisa berbicara. Wanita itu mendandani patung tersebut
dan memakaikannya mahkota dan berbagai perhiasan. Selanjutnya, apabila Sulaiman
mengunjungi para tentaranya, wanita tersebut dan para hamba sahaya yang ada di
sekelilingnya bersujud kepada patung itu. Hal itu terus-menerus dilakukan
selama empat puluh hari, sementara Sulaiman tidak mengetahuinya. Kemudian
berita tersebut sampai ke telinga Ashif bin Barkhiya, orang kepercayaan
Sulaiman.
Suatu
waktu, Ashif duduk di atas singgasana Sulaiman, dia memberikan petuah kepada
orang-orang dan memuji semua nabi terdahulu dan tidak menyinggung-nyinggung
sedikit pun tentang Sulaiman. Karena hal itu, Sulaiman berubah. Setelah Ashif
beres dari majelisnya dan Bani Israil telah meninggalkan majelis tersebut,
Sulaiman berkata kepada Ashif, 'Mengapa engkau tidak menceritakanku beserta sejumlah
nabi yang engkau ceritakan?' Ashif menjawab, 'Bagaimana aku menceritakanmu,
sementara di rumahmu ada berhala yang disembah sejak empat puluh hari karena
seorang perempuan.' Setelah mengetahui alasan yang sebenarnya, maka Sulaiman
memerintahkan untuk menghancurkan patung itu dan menghukum wanita tersebut
Dia
Sulaiman masuk ke tempat peribadatannya. Di sana, dia menangis dan menundukkan
diri kepada Allah. Oleh karena itu, dia dicoba dengan hilangnya cincin dan
dicopot kerajaannya dalam rentang waktu yang sama dengan waktu disembahnya
berhala di rumahnya.
Firman
Allah SWT:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di
atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia
bertobat". (QS 38:34).
King
Solomon vs Sanghyang Wenang
Menyambung
postingan yang lalu tentang kisah Nabi Sulaiman yang kehilangan cincin. Kali
ini saya akan melengkapi kisah tersebut. Pada kebanyakan riwayat tidak
dijelaskan siapa yang mencuri cincin nabi Sulaiman. Di riwayat-riwayat tersebut
hanya menyebutkan syetan atau jin ifrit.
Saya
akan memberikan clue kepada Anda. Sebenarnya si pencuri itu sudah disebutkan di
dalam riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbih. Di saat isteri Sulaiman
anak dari Raja Yunani yang bersedih dan minta dibuatkan patung ayahnya, Nabi
Sulaiman menyuruf Jin Ifrit Shakhr
al-Marid untuk membuat patung seperti ayah putri Yunani tersebut. Kecanggihan
patung buatan Jin Ifrit Shakhr al-Marid ini hampir mirip dengan manusia asli
dan maksud dari hampir-hampir bersuara mungkin patung-patung ini dapat
bercakap-cakap, kalau sekarang mungkin seperti robot. Sepertinya Jin Ifrit
Shakhr al-Marid ini merupakan Jin kepercayaan Nabi Sulaiman karena ilmunya dan
kepandaiannya yang tinggi, akan tetapi di dalam riwayat Wahab bin Munabbih
tidak disebutkan secara eksplisit bahwa
yang mencuri adalah Jin Ifrit Shakhr al-Marid ini.
Serat Paramayoga
Dari
mana saya mengambil kesimpulan ini? Saya tidak mengambil kesimpulan sendiri,
akan tetapi sudah diceritakan dalam lakon-lakon pewayangan tradisional kita.
Lakon yang berasal dari Serat Paramayoga menceritakan perseteruan antara Sang
Hyang Wenang, salah satu dewa leluhur orang Jawa bersitegang dengan Nabi
Sulaiman Raja Bani Israil.
Berseteru
dengan Nabi Sulaiman
Diceritakan,
bahwa Sanghyang Wenang merupakan anak dari Sanghyang Nurassa, karena berbakat
dia mewariskan seluruh ilmu kesaktian ayahnya dan Sanghyang Wenang terpilih
sebagai ahli waris Kahyangan Pulau Dewa.
Sama
seperti kakeknya, Sanghyang Wenang juga gemar bertapa dan olah rasa. Segalam
macam tempat keramat ia datangi, segalam macam tapa ia jalani. Ia kemudian
membangun istana melayang di atas Gunung Tunggal, sebuah gunung tertinggi di
Pulau Dewa. setelah 300 tahun bertakhta,
akhirnya ia dipertuhankan oleh seluruh jin di pulau tersebut.
Suatu
ketika Nabi Sulaiman yang merupakan keturunan Sayyid Anwas (Sanghyang Wenang
keturunan Sayyid Anwar) merasa heran karena jumlah tentara jin pengikutnya
berkurang jumlahnya secara signifikan. Ternyata ada laporan bahwa para jin
tersebut banyak yang berpindah mengabdikan diri dan mempertuhankan Sanghyang
Wenang di Pulau Dewa. Nabi Sulaiman memutuskan untuk menaklukan Sanghyang
Wenang.
Pasukan
jin pun dikirimnya dengan dipimpin oleh senapati bernaka Sakar (Shakhar
al-Marid). Sesampainya di Pulau Dewa, pertempuran besarpun meletus. Pada
awalnya pasukan jin Nabi Sulaiman unggul, akan tetapi keadaan berbalik setelah
Jin Sakar menyerah kalah pada kesaktian Sanghyang Wenang, Jin Sakar ganti
mengabdikan diri kepada Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang sangat menyukai
senapati jin tersebut. Ia bahkan mengangkat Sakar sebagai murid dan
mengajarinya ilmu kesaktian.
Sanghyang Wenang (varian Yogya)
Pada
suatu hari Sanghyang Wenang bertanya tentang bertanya tentang rahasia kesaktian
Nabi Sulaiman. Sakar menjawab Nabi Sulaiman memiliki sebuah pusaka pemberian
Tuhan bernama Cincin Maklukatgaib.
Sanghyang
Wenang tertarik ingin memiliki cincin tersebut. Jin Sakar pun diutusnya untuk
mencuri cincin itu. Dengan cara menyamar sebagai Nabi Sulaiman, Sakar berhasil
menyusup ke dalam istana Bani Israil. Dengan kepandaiannya, Sakar berhasil
mencuri Cincin Maklukat Gaib. Karena kehilangan pusakanya, Nabi Sulaiman
jatuh sakit dan mengurung diri. Hal ini
dimanfaatkan oleh Sakar untuk memperpanjang penyamarannya sebagai Sulaiman
palsu, dan memerintah negeri dengan sesuka hatinya.
Firman
Allah SWT:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di
atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia
bertobat". (QS 38:34).
Lama-lama
Sakar teringat kalau kedatangannya hanya untuk mencuri Cincin Maklukat gaib. Ia
pun melesat pergi meninggalkan istana Banisrail, kembali menuju Pulau Dewa.
Akan tetapi di tengah jalan, Cincin Maklukat Gaib jatuh ke dasar laut dan
hilang tak bisa diketemukan lagi. Jin Sakar tiba di hadapan Sanghyang Wenang
melaporkan kegagalannya. Sanghyang
Wenang menyadari kalau
Cincin Maklukatgaib ternyata memang ditakdirkan bukan menjadi miliknya.
Nabi
Sulaiman yang masih sakit parah mendapat petunjuk Tuhan tentang keberadaan
Cincin Maklukat gaib dan siapa pencurinya. Setelah menemukan kembali cincin
tersebut, Sulaiman sembuh dari sakitnya dan mempersiapkan hukuman untuk Sakar
dan pasukannya. Sulaiman kemudian memerintahkan para prajuritnya dari bangsa
manusia untuk memasang tumbal (mungkin bom nuklir skala kecil) di segenap
penjuru Pulau Dewa.
Tujuh
hari kemudian Pulau Dewa meledak. Pulau yang semula berjumlah dua yaitu Lakdewa
dan Maldewa tersebut akhirnya pecah menjadi ribuan pulau kecil[1]. Para jin
berhamburan karena bencana yang terjadi. Sementara Sanghyang Wenang sekeluarga
memutuskan untuk mengungsi ke dasar bumi. Beberapa tahun kemudian, setelah Nabi
Sulaiman meninggal dunia, Sanghyang Wenang kembali muncul di permukaan. Karena
keadaan Pulau Dewa telah hancur lebur, Sanghyang Wenang memutuskan untuk
membangun kahyangan baru di puncak Gunung Tengguru di wilayah Pegunungan
Himalaya.
Sumber
Referensi:
-
Serat Paramayoga oleh R. Ng. Ronggowarsito
Imajiner
Nuswantoro