MAKNA FILOSOFIS ARTI COK BAKAL ADAT JAWA
HONG WILAHING SEKARING BHAWANA LANGGENG
HONG HYANG SUKSMA ADI LINUWIH HANGAYOMI SAGUNG DUMADI
Makna Filosofis Arti Cok Bakal Jawa, Sesajen Jawa atau Sesaji dan Arti Ubo Rampe
Manusia hidup saling berdampingan di alam semesta ini. Berpijak dari pemahaman seperti itu menyadarkan kita, bahwa salah satu kewajiban dan tujuan utama manusia hidup di Bumi adalah untuk saling menghormati, saling menghargai, saling berwelas asih dan mengasihi antar sesama makhluk hidup. Filsafat hidup Jawa, menanamkan suatu kesadaran kosmologis di mana kita harus menghargai, menghormati, dan memperlakukan seluruh benda hidup maupun benda-benda tidak hidup dengan cara adil, welas asih serta bijaksana.
Manusia yang memahami kebijaksanaan hidup, mengekspresikan rasa sukur tidak cukup hanya dengan sekedar ucapan manis di mulut saja. Melainkan akan mewujudkan rasa syukur itu dalam suatu manifestasi yang nyata berupa perbuatan atau tindakan real yang bermanfaat bagi kehidupan, misalnya saja sedekah. Selain sedekah manusia juga berdoa, berdoa memohon keselamatan, doa permohonan untuk mewujudkan suatu tujuan baik dan seterusnya.
Sedekah merupakan cara terbaik untuk memantaskan diri kita, agar senantiasa menjadi manusia yang layak menerima anugrah.
Sedekah dilakukan atau dilaksanakan tidak terbatas hanya kepada antar sesama manusia, melainkan bisa dilakukan kepada tumbuhan, binatang, bahkan makhluk halus sekalipun. Nilai esensial dari sedekah yaitu merupakan bentuk ekspresi real atau nyata dari sifat kasih-sayang atau welas-asih antar sesama makhluk.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan dari seseorang membuat cok bakal, sesaji bancakan, sesajen atau bebono dan sebagainya tidak lain untuk mewujudkan rasa menghormati, menghargai, bentuk rasa syukur kepada Tuhan sekaligus sebagai ekspresi sikap welas asih secara nyata kepada seluruh makhluk penghuni semesta. Seringkali kita salah menafsirkan dan berprasangka negatif tanpa memahami ataupun mengerti makna yang sesungguhnya dari suatu perbuatan/tindakan.
Berikut ini akan kami ulas sedikit semoga membantu menambah cakrawala ilmu, pemahaman dan membuat kita semakin bijaksana dalam menyikapi suatu peristiwa.
COK BAKAL
Cok/ pecok/ gecok = cikal/ asal
bakal = permulaan.
Cok Bakal atau Gecok Bakal merupakan simbol permulaan dalam kehidupan yang berawal dari ketiadaan menjadi ada, serta merupakan simbol hubungan antara Tuhan (yang bersifat Makrokosmos) dengan manusia (yang bersifat Mikrokosmos) atau sangkan paraning dumadi.
Telur menyimbolkan asal muasal, cikal bakal atau permulaan kehidupan manusia. Masyarakat Jawa menggunakan cok bakal sebagai media awal dalam melaksanakan suatu kegiatan serta sebagai sedekah juga simbolik rasa syukur kepada Tuhan agar kegiatan yang mereka laksanakan lancar tanpa halangan.
Banyak upacara adat/ritual yang menggunakan cok bakal antara lain :
Awal tanam & panen padi
Pernikahan
Pembangunan rumah baru
Bersih desa
Tradisi Pitonan (Tujuh Bulanan) Bayi
Tradisi adat/ upacara yg hanya ada di daerah tertentu misal larung sesaji, ruwahan, sedekah Bumi, sedekah gunung dll.
Cok bakal biasanya terdiri dari telur, bunga setaman, buah buahan, jajan pasar, bumbu dapur, jamu/ tanaman obat (jahe, kencur, temulawak, kunyit, temu giring dsb), daun sirih yang diletakkan dalam satu wadah dari daun pisang bernama "takir". Selain gecok bakal, ada pula gecok mentah (daging, jeroan mentah diberi santan & cabai), gecok mateng.
SESAJEN / SESAJI
Sesajen bisa berupa makanan, minuman, barang-barang yang disajikan, disediakan/dibuat untuk kebutuhan ritual, upacara adat. Sesaji dalam upacara/ritual adat biasanya berbeda antara upacara adat satu dengan lainnya. Misal sesaji untuk memetri weton (peringatan hari kelahiran) tentu berbeda dengan sesaji untuk mitoni (slametan 7 bulan kehamilan) dan berbeda pula dengan sesaji untuk peringatan kematian (pitung dinanan, patangpuluh dina, pendhakan, nyewu). Namun ada barang-barang yang sudah pasti ada dalam setiap sesaji, misalnya bunga-bungaan (kembang setaman, kembang telon), jajan pasar, kemenyan dan sebagainya.
Sesajen / Sesaji dalam budaya Jawa dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Sesajen Bancakan.
Bancakan dan Sesajen
Tumpeng Untuk Tasyakuran/narasiinspirasi.com
Bancakan ditujukan untuk sedekah terutama kepada sesama manusia. Bancakan biasanya berupa nasi tumpeng, lauk pauk, sayur sayuran, jajan pasar, dan buah-buahan yang dibuat untuk dibagi-bagikan kemudian dimakan bersama dengan masyarakat. Untuk itu bancakan biasanya dibuat dengan aneka rasa yang enak di lidah dan berupa hidangan khusus yang menimbulkan selera makan.
Membuat bancakan tidak boleh sembarangan melainkan harus dibuat senikmat mungkin agar orang-orang yang kita sedekahi senang dan bahagia.
Bancakan dapat dibuat untuk berbagai tujuan misalnya dalam rangka ritual syukuran, ritual selamatan, atau ritual doa permohonan.
Misalnya saja bancakan weton dan ulang tahun, syukuran pembukaan kantor baru / rumah baru, bancakan sebelum bepergian jauh seperti naik haji, kenaikan pangkat dan seterusnya.
b. Sesajen Bebono.
Sesajen Untuk Ritual Tradisi Jawa
Ilustrasi Sesajen /narasiinspirasi.com
Sajen merupakan bahasa Jawa dari sesaji. Tetapi istilah sajen lebih familiar untuk menyebut sesaji yang bukan berupa bancakan.
Bentuk sajen biasanya tidak selalu berupa hidangan yang enak dimakan. Bahkan kadang berupa bahan-bahan yang tidak enak dan tidak mungkin untuk dikonsumsi oleh manusia.
Misalnya kembang setaman, minyak wangi, kemenyan, dupa, kunyit mentah, dlingo dan bengle.
Sama dengan bancakan, bebono juga merupakan sedekah.
Tujuannya adalah untuk bersedekah kepada sesama makhluk penghuni planet Bumi.
Sebagai manusia yang arif dan bijaksana, manusia yang berkesadaran kosmologis, akan menyadari bahwa hidup di dunia ini selalu berdampingan dengan beragam makhluk hidup yang kasat mata, maupun yang tidak kasat mata.
Dalam konteks bebono, pengorbanan atau sedekah sebagai ekspresi kasih sayang itu lebih difokuskan kepada bangsa halus, mereka juga makhluk hidup yang diciptakan Tuhan, untuk mengisi jagad raya ini dalam fungsinya masing-masing sesuai hukum alam (kodrat) yang berlaku, untuk berperan serta dalam tata hukum keseimbangan alam. Sudah selayaknya bangsa manusia sebagai makhluk paling sempurna, maka sempurnakan pula perilaku yang adil dan bijaksana sebagai bagian dari makhluk hidup yang beradab dan santun kepada alam semesta dan seluruh penghuninya.
c. Sesajen Pisungsung Sesajen Sajen Pisungsung)
Pisungsung artinya persembahan. Dalam konteks ini pisungsung lebih difokuskan kepada eksistensi supranatural being misalnya dhanyang, pundhen, sing mbahu rekso.
Eksistensi supranatural yang dianggap memiliki kekuatan, menjaga, melindungi suatu tempat misalnya seperti di candi, umbul/ mata air, gunung, laut dan biasanya pisungsung juga diberikan untuk menghormati leluhur atau keluarga yang telah meninggal atau kerabat yang masih ada hubungan darah, misal kakek nenek buyut, mbah canggah, mbah wareng.
Selain itu Pisungsung merupakan simbol dan wujud ekspresi nyata bakti kepada para leluhur yang telah meninggal berupa suatu persembahan. Pisungsung tidak terbatas benda fisik. Bisa juga berupa persembahan melalui lisan misalnya doa, ucapan terimakasih, ucapan sembah pangabekti, hingga persembahan berupa tindakan nyata misalnya ziarah kubur, nyekar, ritual menghaturkan aneka ragam uborampe untuk pisungsung, membersihkan pusara dst.
UBO RAMPE
Ubo rampe adalah seperangkat makanan, minuman, segala alat dan piranti, barang barang yang digunakan serta dibutuhkan dalam sebuah ritual.
Antara cok bakal, sesajen maupun uborampe biasanya dimaknai sama saja, tidak dibedakan secara spesifik. Sesaji atau Sesajen biasanya familiar di masyarakat untuk menyebut 1 paket berisi uborampe (seluruh piranti) yang diperlukan dalam suatu ritual. Uborampe untuk menyebut komposisi dari benda/barang yang diperlukan untuk membuat satu paket sesaji. Misal Sesaji untuk slametan uborampenya adalah bunga setaman, kemenyan, kelapa muda, ingkung, tumpeng, sega golong dsb.
Sedangkan cok bakal adalah sesajen dalam sesajen.
Maksudnya cok bakal adalah sesaji yang khusus ada dalam satu adat upacara ritual, yang tidak bisa ditawar keberadaannya.
Wajib ada atau harus ada, dan biasanya ada "telur" nya. Karena telur adalah simbol asal mula kehidupan.
Kesimpulan
Orang Jawa memiliki kesadaran kosmologis yang tinggi tentang keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta dan sangkan paraning dumadi. Memunculkan sebuah kesadaran pribadi untuk meneguhkan prinsip Memayu Hayuning Bawana yaitu mewujudkan keselarasan dengan seluruh alam semesta. Sedekah, sesajen, cok bakal, ubo rampe dsb adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan sekaligus sebagai ekspresi sikap welas asih yang nyata kepada seluruh makhluk di alam semesta. Tuhan sebagai eksistensi yang tak terbatas tetaplah sebagi muara dalam memohon dan berdoa.