TAJUL MULUK
&
KITAB TAJUL MULUK KUNO
Tajul muluk merupakan kitab langka mengenai ilmu perubatan, ramalan, petua Melayu. Diterjemahkan dan tulisan rumi.
Tajul muluk atau ilmu Tajul adalah nama yang paling sering dipakai untuk menyebut sistem geomansi Melayu yang terdiri dari prinsip-prinsip metafisika dan geomantis saat menentukan tempat atau merancang bangunan untuk memperbaiki dan mempertahankan keberadaannya. Sistem ini sering dipraktikkan oleh dukun atau bomoh dan arsitek Malaysia dan Indonesia. Istilah ini sebenarnya mengacu pada buku berjudul Tajul Muluk yang mengulas beberapa topik, termasuk pengobatan herbal, astrologi, penafsiran mimpi, dan geomansi. Meski semua topik tersebut dikategorikan ke dalam ilmu tajul, istilah ini sering ditujukan pada serangkaian ritual dan aturan konstruksi bangunan dalam budaya Melayu.
Geomansi
Geomansi (romanisasi: Geōmanteía, ramalan bumi) adalah metode ramalan yang menginterpretasikan tanda di tanah atau pola yang dibentuk oleh beberapa tanah, batu, atau pasir yang dilemparkan. Bentuk ramalan geomansi yang paling umum melibatkan penafsiran serangkaian 16 angka yang dibentuk oleh proses acak yang melibatkan rekursi diikuti dengan menganalisisnya, sering ditambah dengan interpretasi astrologi.
Geomansi dipraktikkan oleh orang-orang dari semua kelas sosial. Geomansi adalah salah satu bentuk ramalan paling populer di seluruh Afrika dan Eropa, khususnya selama Abad Pertengahan dan Renaisans.
Dalam sastra fantasi
Dalam beberapa sastra fantasi, terutama yang berhubungan dengan 4 elemen Yunani klasik (udara, air, api, bumi), geomansi mengacu pada sihir yang mengendalikan bumi (dan terkadang logam dan kristal).
Istilah
1. Tiang seri / tiang ibu : Tiang utama di bangunan-bangunan tradisional Melayu
2. Depa : Satuan ukuran panjang berupa hasta wanita pemimpin keluarga
3. Rumah ibu : Bagian utama rumah
4. Baris Laksmana : Simbol yang digambar di tiang untuk melindungi rumah dari iblis. Namanya berasal dari garis yang digambar oleh Laksmana untuk melindungi Sita Dewi
KITAB TAJUL MULUK DAN DUA MANUSKRIP ACEH MENGENAI KESEHATAN DAN KEDOKTERAN (ditulis Syekh Abdussalam pada tahun 1208 H)
Daerah
Aceh amat kaya dengan bahan obat tradisional. Di kawasan-kawasan terpencil
pemakaian obat asli Aceh itu masih dipraktekkan hingga sekarang; walaupun dalam
jumlah terbatas. Beberapa waktu lalu, lirikan terhadap obat tradisional juga
pernah bangkit di Aceh. Hal ini dapat dibuktikan dengan diwujudkannya “Taman
Obat Tradisional” Universitas Syiah Kuala
di Banda Aceh. Amat disayangkan, akibat kemarau panjang taman obat ini
tidak berumur panjang; mudah-mudahan mampu dibangkitkan lagi di masa mendatang!.
Perhatian
terhadap obat bukanlah hal baru. Ini terbukti
dengan adanya tiga buah buku (kitab) yang ditulis pada masa kesultanan
Aceh. Pembahasan tertua mengenai obat dan organ-organ tubuh manusia telah
ditulis Syekh Abdussalam pada tahun 1208 H. Tulisan ini merupakan dua bab dari tujuh bab dari kitab Tambeh
Tujoh (Tujuh Tuntunan).
Karya kedua mengenai obat, merupakan sebagian isi kitab Tajul Muluk (Mahkota Raja) yang disusun Syekh Ismail Aceh pada zaman Sultan Ibrahim Mansur Syah (1837-1870 M). Kitab tersebut juga ditulis atas perintah sultan Aceh ini. Kitab obat ketiga adalah naskah yang diterjemahkan oleh Syekh Abbas Kutakarang dari naskah bahasa Arab. Penterjemahannya dilakukan mulai tahun 1266 s/d 1270 H, yakni 20 tahun sebelum pecah perang Aceh-Belanda tahun 1290 H.
Judulnya : Kitaburrahmah
Fitthibbu Walhikmah, yaitu sesuai dengan judul aslinya. Kitab ini lebih
tebal dari dua naskah sebelumnya, yakni sejumlah 226 halaman.
Ada beberapa hambatan dalam mengaktualkan kembali ketiga naskah ini, tetapi ada dua hambatan terpenting diantaranya :
Pertama, ketiganya ditulis dalam huruf Arab Jawi (Jawoe), yang sudah kurang dipahami masyarakat Aceh sekarang.
Kedua, nama-nama tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat kita kenal
seluruhnya; baik dalam bahasa Indonesia atau Aceh.
Terhadap
kitab kedokteran/obat Tambeh Tujoh, saya
tidak mengalami hambatan. Naskah ini
ditulis dalam bahasa Aceh berhuruf Jawoe dengan bentuk syair atau
nadham. Manuskrip Tajul Muluk memiliki hambatan yang lebih banyak. Pasalnya,
banyak nama tanaman obat atau ramuan yang tidak saya tahu padanannya dalam
bahasa Aceh atau Indonesia. Walaupun demikian, Tajul Mulok ini telah saya salin
(transliterasikan) ke dalam hiruf Latin
Nama-nama tanaman obat yang tidak saya kenal pasti; tetap saya
alihkan/gantikan ke huruf Latin; namun nama aslinya dalam huruf Arab
Melayu/Jawoe juga saya sertakan di dalam tanda kurung. Hasil transliterasi ini
saya beri judul “Resep Obat Orang Aceh”. Tetapi sayang, sampai hari ini belum
tercetak. Dapat ditambahkan, Tajul Muluk yang telah saya salin itu dicetak di
Qahirah/Cairo, Mesir tahun 1938 M. Tajul Muluk yang masih beredar sekarang
terbitan Surabaya, Jawa Timur.
Dapat
ditambahkan, salah satu obat yang pernah saya
praktekkan dari isi kitab Tajul Muluk adalah obat pelupa, yakni dengan
meminum air jahe(halia) atau bubuk jahe yang telah ditumbuk. Agar tidak terasa
perih/pedas, air jahe itu saya campur dengan telur setengah matang. Setelah
meminum satu sendok teh bubuk jahe
setiap pagi setelah makan selama dua
bulan, alhamdulillah penyakit lupa saya sembuh. Asal mula penyakit lupa adalah
akibat kecelakaan lalu lintas yang saya alami yang banyak mengeluarkan darah.
Mungkin
bagi orang yang berpenyakit maag, tidak cocok ikut mempraktekkan pengalaman
saya ini!.
Mengenai
kitab kedokteran/kesehatan ‘Kitaburrahmah Ftthibbu Walhikmah; hasil terjemahan
Syekh Abbas Kutakarang; disamping ada hambatan ‘menggalinya’, juga mengandung
beberapa kemudahan. Diantara
kemudahannya, yakni sebagian dari
tanaman obat dan nama penyakit; selain disebut dalam bahasa Melayu juga ada
sinonimnya dalam bahasa Aceh. Saya belum menyalin manuskrip ini ke huruf Latin
karena agak tebal (226 halaman). Memang, pernah saya cari sponsor ke WHO
Perwakilan Jakarta dan Kanwil Kesehatan Aceh; tetapi gagal. Oleh karena hanya manuskrip
Tambeh Tujoh yang lebih mudah dikaji dibandingkan dua manuskrip lainnya, maka
buat selanjutnya naskah Tambeh Tujoh sajalah yang saya upayakan lebih banyak
membedahnya!.
Mungkin
anda heran, mengapa sebuah naskah lama yang sebagian isinya tentang pengobatan
penyakit seperti Tambeh Tujoh ini samasekali tidak menyinggung obat-obat yang
disebabkan jin, hantu, kuntilanak dan makhluk halus yang jahat lainnya. Padahal
kitab sejenis, yakni Tajul Mulok banyak sekali menyebutkan berbagai do’a dan
ayat Alquran buat azimat dan mantera-mantera “meurajah” lainnya.
Mengenai
sumber penyakit, Tambeh Tujoh hanya menyebut dua asalnya. Pertama, akibat makan-minum yang tidak teratur (tak
diadatkan) serta terlalu banyak memakannya (berlebih-lebihan). Kedua, rusak
atau hilangnya keseimbangan dari empat kekuatan dalam tubuh seseorang.
Keempat
kekuatan pada tubuh manusia ialah Jaziyah, Maas’ikkamat, Hadhimat dan Dafaat.
Fungsi Jaziyah adalah kekuatan menelan/menarik kedalam, Maas’ikkamat fungsinya menahan/benteng dari penyakit,
fungsi Hadhimat menghancurkan makanan, sedang fungsi Dafaat mengeluarkan ampas
makanan, seperti keringat, kencing-tinja
dan sebagainya. Jadi, bila salah satu dari keempat alat tubuh ini rusak/kurang
berfungsi, maka timbullah penyakit pada manusia.
Bagi
memastikan jenis penyakit, Tambeh Tujoh juga punya cara tersendiri buat
mendeteksi, yang sekarang sering disebut
diagnosa penyakit. Ada empat obyek pemeriksaan pada tubuh manusia untuk
mengetahui penyakitnya, yakni warna tubuh, perilaku, perbuatan dan tutur
katanya. Sementara cara mengetahuinya sepuluh macam.
Kesepuluh
cara itu adalah : Pertama, dengan memegang badan si sakit. Kalau tubuhnya panas
berarti ‘adan sifatnya. Kedua, jika badannya gemuk berarti sejuk sifatnya.
Ketiga, kalau rambutnya ikal-hitam artinya hangat sifatnya. Keempat, jika warna
tubuhnya putih berarti sejuk dan banyak
darah kotor (balgham). Tanda hangat banyak darah, putih-merah warna tubuhnya.
Tubuh yang berwarna gandum atau kuning berarti panas. Kelima, melihat anggota
badan. Bila otot besar (urat rayek)
kelihatan pada tangan dan kaki berarti bersifat panas. Kalau tidak nampak berarti sebaliknya (sejuk). Keenam,
melihat pada pekerjaannya. Kalau seseorang lincah bekerja berarti bersifat
panas. Ketujuh, menilik kelakuannya. Jika
sedang-sedang saja berarti sejuk sifatnya. Kedelapan, memeriksa keadaan
tidurnya. Kalau tidurnya banyak (le teungeut ngon jaga), berarti sejuk dan
basah sifatnya. Bila jaganya lebih banyak dari tidurnya berarti hangat dan
kering sifatnya. Namun, jika tidur dan bangunnya seimbang adalah akhar
sifatnya. Kesembilan, memeriksa air
kencing dan najis/beraknya. Kalau sangat berbau dan merah pula warnanya, maka
panas sifatnya. Jika tanda-tanda itu tak ada berarti sejuk. Kesepuluh,
memperhatikan prilaku tabib yang mengobatinya. Bila ia memiliki akal dan
pemahaman yang tajam berarti ia bertabiat/sifat panas.
Konsep pengobatan yang dianjurkan Tambeh Tujoh
adalah prinsip-prinsip yang
“berlawanan”; bahwa penyakit yang
bersifat panas harus diobati dengan obat yang sejuk. Sebaliknya, penyakit yang
bertabiat sejuk mesti diobati dengan obat yang bersifat panas. Demikian pula,
sakit yang bersifat kering harus disembuhkan
dengan obat yang basah. Sementara penyakit basah perlu diberi obat yang
bersifat kering.
Kitab
Tambeh Tujoh juga mengecam para tabib dan dukun yang mengobati orang sakit; tetapi hanya sekedar untuk mencari
keuntungan pribadi. Padahal orang yang
diobatinya tak pernah sembuh; bahkan malah semakin parah.
Pada
bab dua, ketika menjelaskan ‘Ilmu Tasyrih’ (Organ Tubuh), kitab Tambeh Tujoh
menjelaskan bahwa jumlah bagian anggota tubuh manusia sebanyak 40 bagian
(digabung laki-laki dan perempuan). Disebutkan,
bahwa pada rahim seorang
perempuan selalu didampingi dua buah pelir yang bentuknya seperti (maaf) zakar
/kemaluan lelaki yang letaknya songsang.; berarti letaknya terbalik. Dijelaskan
pula, bahwa mata kita berlapis tujuh, mata tersusun dari lemak (gapah), sedang
air mata yang asin itu berfungsi agar lemak mata tidak hancur.
Sebagai
penutup baiklah saya nukilkan beberapa
jenis obat yang dikandung manuskrip Tambeh Tujoh. Pertama, Obat paling utama/penghulu obat bagi segala penyakit (anggota badan)
adalah air madu. Bagi yang pernah membaca riwayat hidup Yasser Arafat, tentu
mengetahui betapa akrabnya tokoh pejuang Palestina ini dengan air madu. Dan
semua kita pun tahu bagaimana tegarnya fisik tokoh ini dalam mengharungi badai
perjuangannya. Kedua, Bagi mereka yang keracunan, maka air madu bersama-sama
buah badam dapat dibuat haluwa (dodol) untuk dimakan setiap hari. Ketiga, rambut
keguguran, maka biji sawi dapatdijadikan
obatnya. Keempat, bagi yang lemah/letih/lesu anggota badannya, maka telur ayam
merupakan obat mujarabnya. Pada akhir pembicaraan pengobatan, kitab Tambeh
Tujoh memcuplik Hadits Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:’Wakullu daain lahu
dawaaun illas salaama wal harma’, artinya: segala penyakit ada obatnya, kecuali
mati dan menjadi tua!.
T.A.
Sakti, Peminat budaya dan sastra Aceh
Catatan
kemudian : Alhamdulillah, Kitaburrahmah, kini hampir rampung kami lakukan penyalinan ulang dan
transliterasi ke huruf Latin. Seandainya dicetak nanti, kitab kesehatan dan
perobatan Aceh ini akan berwujud dua macam aksara, yakni huruf Jawi/Jawoe dan
aksara Latin. Kegiatan ini dilakukan oleh Drs. Mohd. Kalam Daud, M.Ag dan
saya. Malah ada rencana akan kami
gabungkan dengan bagian kitab Tajul Muluk yang sudah saya transliterasikan/alih
aksara pada tahun 1998
dan catatan harian saya tentang obat-obat tradisional Aceh yang banyak
saya peroleh selama setahun( April 1986 – April 1987 ) berobat patah di Rumoh
Teungoh, Gampong Ujong Blang, Kemukiman Bungong Taloe, Kecamatan Beutong, Aceh
Barat/sekarang Nagan Raya . Insya Allah,
paling lambat di akhir Desember 2011 akan tuntas segalanya, termasuk memberi
catatan kaki dan penjelasan di sana-sini.
Beban kami yang paling berat nanti
adalah mencari sponsor yang sudi
menerbitkannya!!!. Bale Tambeh, 30 Oktober 2011, T.A. Sakti).
Sumber
: Dokumen T.A. Sakti.
KITAB TAJUL MULUK KUNO




























































































































































