SENGKALAN SIRNA ILANG KERTANING BUMI DALAM DIMENSI VERSI
Sirno Ilang Kertaning Bumi tahun 1478 Masehi Majapahit Trowulan hancur lebur rata tanah.
Sirno = 0, ilang = 0, Kerto = 4, bumi = 1 maknanya adalah mulai tahun 1400 awal punah,
1400 Saka di konfersikan ke Masehi di tambah 78 tahun menjadi 1478 Masehi.
Versi kepercayaan
Jongko Sabdopalon 500 tahun setelah itu Nuswantoro. Lagi Biso Kuncoro dadi punjering nDunyo yoiku :
1478 + 500 = mulai tahun 1978.
Ada tertulis Sabdo Palon akan kembali menghancurkan si angkara murka.
Nuswantoro
Lagi Biso Kuncoro
Koyo jaman era Rojo Hayamwuruk
Patih Gajahmodo
Tanda-tandane :
Tahun 1990an
Sudah di ketemukan Situs perkampungan Mojopahit.
Mengapa hancur ?
Bhra Wijaya adalah singkatan dari Bhaṭāra Wijaya dia adalah Bhaṭāra wijaya prabhu girīndrawardhana dyah raṇawijaya (Bhre Kertabhumi) dengan kata lain Gerindra wardana Wengker hanya Dompleng Demak wong keputihan.
Dipandegani Giri lan Kudus.
Sawise Ngudung lan Ngglundung.
Sengkalan sirna ilang kertaning bumi yang bernilai Saka 1400 atau setara dengan 1478 Masehi sama sekali bukan berasal dari rontal Pararaton, tetapi berasal dari Serat Kanda, sebuah kitab sastra berbahasa Jawa Baru yang disusun ratusan tahun sesudah Majapahit runtuh.
Dalam Serat Kaṇḍa dikisahkan tentang pertikaian antara Prabu Brawijaya (kelima), raja Majapahit, dengan putranya sendiri yang bernama Raden Patah pemimpin Dĕmak. Pada Saka 1399 (1477 Masehi) Raden Patah berhasil merebut Majapahit. Prabu Brawijaya dan Patih Gajah Mada pindah ke timur dan membangun pertahanan di Sengguruh. Lalu pada Śaka 1400 (1478 Masehi), Raden Patah berhasil merebut Sengguruh, membuat Prabu Brawijaya dan Patih Gajah Mada mengungsi ke Pulau Bali.
Peristiwa jatuhnya Sengguruh sebagai berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya atas Tanah Jawa ditandai dengan sengkalan Sirna Ilang Kertaning Bumi oleh pujangga penulis Serat Kaṇḍa.
1. Sirna maknanya lenyap, berangka 0.
2. Ilang maknanya hilang, berangka 0.
3. Kerta maknanya salah satu dari empat zaman, berangka 4.
4. Bumi maknanya tempat manusia hidup, berangka 1.
Jika dibaca dari belakang, menjadi Śaka 1400.
SUNYA NORA YUGANING WONG
Secara kebetulan, dalam Pararaton juga ada sengkalan bernilai Śaka 1400 yaitu Sunya Nora Yuganing Wong.
- Sunya bermakna sunyi, hening, berangka 0.
- Nora bermakna tiada, berangka 0.
- Yuga bermakna zaman, berangka 4.
- Wong bermakna orang, berangka 1.
Sengkalan ini menandai peristiwa meninggalnya seorang raja Majapahit di istana. Jadi, kisah Majapahit direbut Raden Patah dari Demak pada Saka 1399 (1477 Masehi) sama sekali tidak ada ceritanya dalam Pararaton. Bahkan, nama Raden Patah tidak pernah disebut dalam naskah ini.
Ada dua pemahaman tafsir mengenai siapakah raja Majapahit yang meninggal di istana pada Śaka 1400 (1478 Masehi) :
1. Tafsir pertama.
Dia adalah Bhre Paṇḍan Salas alias Dyah Suraprabhāwa yang pernah mengeluarkan prasasti Pamintihan tahun 1473 Masehi.
2. Tafsir kedua.
Dia adalah Bhre Kṛtabhūmi yang sering dianggap sama dengan Prabu Brawijaya dalam naskah-naskah buatan era Jawa Baru.
Ada pendapat para ahli sejarah lebih kuat mendukung tafsir pertama, karena Bhre Keṛtabhumi ternyata masih hidup di tahun 1495 Masehi, tercatat dalam arsip Dinasti Ming berjudul Mingshilu bahwa saat itu ada raja Jawa bernama Bula Gedenamei (ejaan Cina untuk Bhre Kṛtabhūmi) yang mengirim duta ke Tiongkok.
Alasan kedua, Tomé Pires dari Portugal mengunjungi Jawa pada 1513 Masehi dan mencatat raja Jawa saat itu bernama Batara Vojyaya (ejaan Portugis untuk Bhaṭāra Wijaya alias Bhra Wijaya).
Jadi, berita dalam Sĕrat Kaṇḍa bahwa pada Śaka 1400 (1478 Masehi) Prabu Brawijaya dan Patih Gajah Mada kabur ke Pulau Bali adalah tidak benar, karena berita Cina dan berita Portugis yang lebih valid mengisahkan Bhra Wijaya alias Bhre Kṛtabhūmi masih berkuasa di Tanah Jawa pada 1495 dan 1513 Masehi.
Sumber lain mencatatkan Patih Gajah Mada sudah meninggal pada Śaka 1286 (1364 Masehi) menurut keterangan Mpu Prapañca dalam Kakawin Nāgarakṛtāgama, sehingga tidak mungkin ikut kabur ke Pulau Bali pada Śaka 1400 (1478 Masehi).
SIRNO ILANG KERTANING BHUMI (1400)
Jaman Majapahit (1297 Caka), Tentang Sandhyakala ning Majapahit, mengupas sejarah dan geologi. Dari sengkalan ini mungkin juga tidak hanya soal angka, tetapi juga punya makna lain.
Sepeninggal Mahapatih Gajah Mada (1364 Masehi/M) dan Raja Hayam Wuruk (1389 M), kerajaan pemersatu Nusantara, Kerajaan Majapahit, pecah menjadi Kedaton Wetan dan Kedaton Kulon akibat sengketa keluarga yang saling berebut kekuasaan. Pertengkaran keluarga terjadi. Kelompok-kelompok pendukung dibentuk untuk saling menggalang kekuatan, bersengketa untuk merebut posisi-posisi kunci kekuasaan. Permusuhan dan saling curiga-mencurigai menebar di mana-mana di seluruh wilayah Majapahit, negeri tak terurus.
Akhirnya, ketegangan itu pecah, perang antar keturunan Hayam Wuruk tak terhindarkan. Perseteruan antara Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk) dan Wirabbhumi (putra Hayam wuruk dari seorang selir) menyulut sebuah perang besar yang sangat merusak sendi-sendi Majapahit, perang Paregreg (1401-1406 M).
Majapahit makin lama makin melemah. Para pejabat kerajaan tak peduli lagi nasib rakyat dan negerinya. Mereka berlomba-lomba ber-aji mumpung. Korupsi merajalela, krisis multidimensi terjadi. Bertahun-tahun kondisi semacam itu terjadi dan dibiarkan terjadi. Lalu, beberapa dekade menjelang tahun 1500 M, Majapahit, kerajaan pemersatu Nusantara, runtuh setelah berada di bumi Jawa Timur hampir 200 tahun. Babad Tanah Jawi mencatat tahun keruntuhan Majapahit itu dalam suryasengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi yaitu 1400 caka atau 1478 M.
Penelitian-penelitian kesejarahan dan geologi yang pernah dilakukan di wilayah Majapahit, delta Brantas, menyimpulkan bahwa kemunduran Majapahit selain disebabkan perseteruan keluarga juga dapat dihubungkan dengan mundurnya fungsi delta Brantas yang didahului oleh rentetan bencana geomorfologis yang salah satunya pernah tercatat dalam Babad Pararaton, bencana 1296 Caka (1374 M) pagunung anyar yang pernah ditafsirkan sebagai erupsi gunung lumpur. Bencana ini terjadi pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Hayam Wuruk. Diduga bahwa bencana serupa terjadi beberapa kali pada periode setelah Hayam Wuruk tiada. Penelitian Nash, ahli geohidrologi Belanda, dipublikasi pada tahun 1932 (James Nash -1932, Enige voorlopige opmerkingen omtrent de hydrogeologie der Brantas vlakte, Handelingen van 6de Ned. Indische Natuur Wetenschappelijke Congres) bisa menjadi acuan tentang bagaimana dinamiknya bumi di bawah Majapahit itu. Rentetan bencana terjadi, sementara negeri tak terurus karena pejabatnya sibuk berkorupsi, apalagi kalau tak runtuh.
Ulasan kali ini adalah soal suryasengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi yang dalam penafsiran bisa menunjukkan dan menguatkan cerita bencana seperti yang tercatat pada Babad Pararaton di atas.
Menurut ahlinya (Suwito, 2006), sengkala berasal dari kata saka kala (tahun saka) yang diberi imbuhan (an) kemudian menjadi sengkalan. Sengkalan didefinisikan sebagai angka tahun yang dilambangkan dengan kalimat, gambar, atau ornamen tertentu. Bangsa barat menyebutnya sebagai kronogram.
Mengapa untuk menyebut angka tahun digunakan kalimat ?
Sebab, para leluhur kita memaksudkannya agar para generasi penerus mudah mengingat peristiwa yang telah terjadi pada tahun yang dimaksud.
Jadi, sengkalan punya dua maksud yaitu angka tahun, dan peristiwa apa yang terjadi tahun itu. Pikiran ini suatu cara yang sangat cerdas warisan leluhur.
Karena tahun Caka/Syaka/Saka menggunakan garis edar Matahari sebagai refererensi, maka suka disebut surya sengkala. Kalau tahun Jawa atau tahun Hijriyah, maka biasanya disebut candrasengkala karena menggunakan garis edar bulan sebagai referensi (candra = bulan).
Para leluhur sudah menyusun aturan-aturan sedemikian rupa untuk menjadi pedoman bagaimana membuat suryasengkala. Karena sengkalan menggunakan kalimat sebagai angka, maka kata-kata tertentu punya watak bilangan atau watak kata-kata masing-masing. Berikut adalah aturannya (diterjemahkan dari bahasa Kawi atau Jawa).
Angka 1 = benda yang jumlahnya hanya satu, benda yang berbentuk bulat, manusia.
Angka 2 = benda yang jumlahnya ada dua, misalnya tangan, mata, telinga.
Angka 3 = api atau benda berapi.
Angka 4 = air dan kata-kata yang artinya membuat.
Angka 5 = angin, raksasa, panah.
Angka 6 = rasa, serangga, kata-kata yang artinya bergerak.
Angka 7 = pendeta, gunung, kuda).
Angka 8 = gajah, binatang melata, brahmana.
Angka 9 = dewa, benda yang berlubang.
Angka 0 = hilang, tinggi, langit, kata-kata yang artinya tidak ada.
Pedoman singkat aturan lainnya adalah bahwa sengkalan punya sandi, yaitu kata terakhir di kalimat sengkalan menjadi angka urutan pertama, sedangkan kata pertama di kalimat sengkalan menjadi angka urutan terakhir pada tahun sengkalan. Mari kita analisis Sirna Ilang Kertaning Bumi.
Bila dilihat watak kata-kata dan watak bilangannya maka :
1. Sirna = hilang = angka 0.
2. Ilang = hilang angka 0.
3. Kertaning/kerta ning = dibuat = pekerjaan membuat = angka 4.
4. Bumi/Bhumi = bumi = angka 1.
Analisis sengkalan ini harus didampingi buku-buku kamus Jawa Kuno (Kawi) susunan Poerwadarminta, Wojowasito, atau Purwadi.
Surya Sengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi = 0041, ingat aturan sandi sengkalan, maka tahun yang dimaksud dengan Sirna Ilang Kertaning Bumi adalah 1400 Caka atau 1478 M. Sengkalan Sirna Ilang Kertaning Bumi dimaksudkan pengarang Babad tanah Jawi untuk menggambarkan runtuhnya/hilangnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Caka atau 1478 M.
Ada yang menarik di sini :
Kertaning Bumi Kerta/Karta = dibuat/dijadikan. Misalnya, Jayakarta = dibuat jaya/berhasil, Yogyakarta = dibuat baik (seyogyanya = sebaiknya). Maka, Kertaning Bumi terbuka untuk ditafsirkan dibuat (oleh) Bumi atau dibuat (di) Bumi. Kata ning dalam bahasa Kawi bisa banyak punya arti sebagai kata depan atau kata pembuat kata kerja.
Apakah Sirna Ilang Kertaning Bumi bisa ditafsirkan Hilang Musnah Dibuat Bumi ?
Dibuat Bumi, kita bisa menduganya : bencana dari Bumi. Kaitkan ke Babad Pararaton, bencana itu adalah Pagunung Anyar alias erupsi gununglumpur.
Hanya Tuhan yang Tahu, tetapi kronik-kronik sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Babad Pararaton, Kunci sandi Sengkalan, dan geologi Delta Brantas kini dan dulu cukup kuat menunjuk bahwa bencana alam adalah faktor penting yang harus ditelusuri dalam Sandhyakala ning Majapahit (Senja Kala di Majapahit).
PENYEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit menyimpan banyak fakta sejarah yang menarik, termasuk pada masa keruntuhannya. Berikut penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Sebagai kerajaan Hindu terbesar dan terkuat di tanah Jawa, keberadaan Majapahit yang sempat berjaya menjadi bukti sejarah dari puncak kemajuan peradaban masyarakat Jawa kala itu.
Sejarah Kerajaan Majapahit dari Masa Jaya hingga Peninggalan.
Namun, Kerajaan Majapahit yang sempat mengalami masa keemasan di masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Mada, pada akhirnya harus meredup.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit kemudian menjadi akhir dari kejayaan kerajaan terbesar di Nusantara itu. Adapun keruntuhan Kerajaan Majapahit disebabkan oleh banyak faktor sebagai berikut :
1. Kematian Hayam Wuruk.
Penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit dimulai setelah meninggalnya Raja Hayam Wuruk (Wacana Nusantara via Wikimedia Commons).
Melemahnya kekuasaan Majapahit dimulai setelah mangkatnya Raja Hayam Wuruk pada 1389 dan Mahapatih Gajah Mada pada 1364.
Selepas pemerintahan raja keempat Majapahit tersebut, situasi kerajaan menjadi semakin tak terkendali akibat perebutan takhta kerajaan dan pergolakan politik.
Takhta kemudian diwariskan pada Wikramawardana yang tak lain adalah menantunya sendiri. Di masa pimpinan Wikramawardhana tercetuslah Perang Regreg atau Perang Paregreg yang menjadi cikal bakal kemunduran Majapahit.
2. Tercetusnya Perang Paregreg.
Pengangkatan Wirakramawardhana pada 1389 untuk menggantikan Hayam Wuruk ditentang anak Hayam Wuruk, Bhre Wirabhumi penguasa kerajaan timur Majapahit. Wirabhumi lantas menuntut singgasana Majapahit dari Wirakramawardhana.
Lalu pada sekitar 1404-1405, pecahlah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg yang menewaskan Wirabhumi. Kekalahan Wirabumi membuat kerajaan timur bersatu dengan barat.
Akan tetapi, kejayaan Majapahit tetap merosot lantaran melemahnya kendali Majapahit dan lepasnya daerah-daerah taklukan di luar Jawa.
3. Konflik internal Kerajaan Majapahit.
Penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit berikutnya adalah adanya intrik politik dan konflik internal yang ada di dalam Kerajaan Majapahit.
Meski perang saudara telah usai, konflik internal kerajaan terus berlangsung sehingga menimbulkan perpecahan. Salah satunya adalah pertentangan dan perebutan kekuasaan yang menyebabkan Kerajaan Majapahit semakin mengalami kemunduran.
4. Pengaruh Dinasti Ming.
Munculnya kekuatan baru dari Timur, yakni ekspansi Tiongkok di bawah Dinasti Ming, turut melemahkan Kerajaan Majapahit.
Saat itu, perdagangan rempah-rempah yang pesat di daerah kekuasaan Majapahit tidak diimbangi dengan kekuatan pengaruh Kerajaan Majapahit.
Hal ini mendorong Dinasti Ming semakin memperkuat hubungan dagang dan politik dengan orang-orang di pelabuhan Nusantara.
5. Bangkitnya Malaka.
Malaka saat itu menjadi jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke India dan wilayah lainnya. Namun, seiring hubungannya yang dekat dengan Dinasti Ming, membuat jalur pelayaran Selat Malaka sulut disentuh oleh Majapahit.
6. Kemunculan Kerajaan Demak.
Munculnya kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah turut melemahkan pertahanan Majapahit.
Raden Patah merupakan putra dari raja terakhir Majapahit, Brawijaya V dengan selir muslim Tiongkok Siu Ban Ci, yang memilih mendirikan kerajaan bercorak Islam.
Kekuatan perekonomian kala itu dibuktikan dengan berkuasanya Kerajaan Demak di dua pelabuhan besar. Direbutnya bandar dagang yang dimiliki Majapahit itu mengakibatkan perekonomian Majapahit semakin melemah.
Hingga akhirnya pada 1517 di bawah pimpinan Pati Unus, Demak menyerang Majapahit dan mengalahkan kerajaan tersebut sekaligus memantapkan diri sebagai kekuatan baru di tanah Jawa.
7. Penyebaran agama Islam menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Pengaruh agama Islam mulai masuk ke dalam lingkungan Kerajaan Majapahit yang berlandaskan Hindu.
Kondisi Majapahit yang telah keropos akibat pertentangan internal kerajaan, membuat pengaruh Islam semakin lebih mudah masuk ke Majapahit dan masyarakat Jawa. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Masuknya pengaruh Islam dan proses lslamisasi di Jawa melalui beberapa cara, antara lain perdagangan dari saudagar Muslim asing, perkawinan, kepercayaan, hingga kesenian.
(VERSI 2)
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh peristiwa yang tercatat dalam sejarah. Agar semakin paham, berikut penyebab dan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh peristiwa sebagai berikut :
1. Perang Saudara.
Perang saudara terjadi karena perebutan tahta kekuasaan dari keturunan Hayam Wuruk. Setelah melewati masa kejayaan di abad ke-14, kekuasaan Kerajaan Majapahit mulai melemah.
2. Perebutan Tahta.
Masa keruntuhan Kerajaan Majapahit terjadi setelah wafatnya Hayam Wuruk di tahun 1389 M. Saat itu, terjadi perebutan tahta antara putri mahkota Kusumawardhani yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana dan putra dari selirnya, yakni Wirabhumi.
Akibatnya terjadi perang Paregreg. Perang tersebut dimenangkan oleh Wikramawardhana. Namun, perang ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah kekuasaannya, terutama di luar Jawa.
3. Masuknya Agama Islam.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh peristiwa masuknya agama Islam. Hal ini ditandai dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, seorang jenderal Muslim dari Tiongkok yang membentuk komunitas Tiongkok dan Arab di beberapa pelabuhan, seperti di Semarang, Demak, Tuban dan Ampel.
4. Berdirinya Kesultanan Malaka.
Kerajaan Majapahit juga semakin tertekan karena kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada abad ke-15 mulai menguasai selat Malaka. Kesultanan tidak henti memperluas kekuasaannya ke pulau Jawa.
5. Berkembangnya Kesultanan Demak.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh peristiwa berkembangnya kesultanan Demak di tanah Jawa. Pasalnya, Demak melakukan intervensi islamifikasi ke seluruh penjuru pulau Jawa.
6. Serangan dari Kerajaan Demak.
Kerajaan majapahit runtuh karena serangan dari Kerajaan Demak. pada awal abad ke-16. Raden Patah pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Demak melakukan penyerangan kepada Kerajaan Majapahit. Sehingga, kemunduran Kerajaan Majapahit disebabkan oleh berbagai faktor di atas.
PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Setelah mengetahui runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh peristiwa mulai perebutan tahta hingga serangan dari Kerajaan Demak, ketahui juga peninggalannya, seperti di bawah ini Karya Sastra, seperti :
1. Kitab Negarakertagama (Mpu Prapanca).
2. Kitab Arjunawiwaha (Mpu Kanwa) dan.
3. Kitab Sutasoma (Mpu Tantular).
Candi, seperti :
1. Candi Penataran (Blitar).
2. Candi Sumberjati.
3. Candi Sawentar.
4. Candi Tikus (Trowulan).
5. Candi Jabung.
6. Candi Tigawangi, dan.
7. Candi Surawana (Kediri).