ISLAM AGAMA DAMAI
Islam agama damai yang rasional dan masuk diakal. Hidup ini mesti mengikuti ritme sunnatullah (natural law), jika kita ingin selamat dunia dan akhirat. Karena semua yang terjadi di alam ini mengikuti hukum sebab-akibat yang sudah dititahkan oleh Sang Pencipta ( Allah, Huwa al-Haq). Hukum alam Tuhan ini berbunyi: "Kematian itu pasti terjadi, setiap yang bernyawa pasti akan mati, setiap makhluk ini pasti mengalami fana' dan akan berakhir pada saat tertentu". Semua ini ada sebab dan akibatnya.
Kematian terjadi karena habis masa kehidupan. Tetapi ada kematian yang lebih cepat karena tidak ada upaya pemeliharaan dan perawatan dari manusia, misalnya kematian pada manusia dan kematian pada binatang dan tanaman (ini yang disebut dengan takdir mu'allaq). Artinya, umur panjang itu bisa diminta dan diupayakan sebagaimana doa yang sering kita panjatkan, Allahumma thawwil a'marana wa hassin a'malana.
Sebab kematian manusia adalah sakit, sebab sakit karena ada sesuatu yang mengganggu organ tubuh manusia, baik yang bersifat organik maupun unorganik. Satiap penyakit pasti ada obatnya. Jika penyakit tersebut diobati maka akan sembuh, dengan demikian, maka manusia mesti mencari obat tersebut. Untuk menjauhkan dari penyakit dan marabahaya, maka manusia mesti melakukan ikhtiar untuk menjaga dan memelihara badan dan jiwanya sebaik mungkin. Usaha preventif mesti dilakukan, ini jauh lebih baik dari pada mencari dan mengobati setelah sakit, sebab kadangkala manusia belum tahu (karena keterbatasan pengetahuannya) obat dari penyakit yang dideritanya itu. Maka jika penyakit terus diderita sementara obat tidak atau belum diketemukan, maka ini yang akan mengakibatkan kematian, karena penyakit terus menggerogoti organ tubuh dan pada saatnya tidak berjalan fungsi organ tubuh tersebut sebagaimana mestinya. Inilah akhir dari sebuah kehidupan, yaitu, jika fungsi organ tubuh manusia (makhluk hidup) sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, kita mesti melakukan usaha-usaha perawatan dan pemeliharaan badan dan jiwa kita supaya kita tetap sehat baik secara fisik maupun psikis, supaya kita tetap panjang umur dan terpuji semua perbuatan kita, baik di sisi Allah Sang Pencipta jagat raya ini maupun di sisi manusia dan makhluk semsesta (hablun min Allah wa hablun min al-nas wa hablun min al-'alam). Jadi manusia hidup ini harus mengikuti ritme sunnatullah, jika kita hidup mengikuti ritme sunnatullah berarti kita selamat (dunia maupun akhirat), begitu sebaliknya, siapa saja yang menentang sunnatullah pasti akan binasa, dan tidak ada seorang pun yang mampu merubah sunnatullah kecuali Allah itu sendiri, Wa lan tajida li sunnatillahi tahwila, tabdila...
Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah dan sunnatullah. Disebut Islam, karena agama ini mengajarkan tata cara hidup yang sesuai dengan fitrah dan ritme sunnatullah, untuk memperoleh kehidupan yang damai dunia maupun akhirat. Ber-islam artinya menjadi orang yang selalu mencintai kestenteraman dan kedamaian, hidupnya selalu dipenuhi ketenteraman, aman dan damai. Masyarakat islami dengan demikian adalah, masyarakat yang mencintai kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan baik secara individu maupun kolektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebalikan orang Islam adalah orang kafir. Orang kafir adalah orang yang melawan sunnatullah dan fitrah kemanusiaan, tidak mencintai kedamaian dan ketenteraman, melawan kebenaran dan melawan para utusan Allah. Dan orang yang melwan sunnatullah pasti binasa. Ini terbukti secara empirik dalam sejarah kemanusiaan, misalnya yang dialami oleh kaum Nabi Nuh as. Pada masa itu seluruh penduduk bumi ditenggelamkan oleh banjir sampai ketinggian airnya mencapai puncak gunung. Pada waktu itu tidak ada yang selamat kecuali para pengikut Nabi Nuh yang turut menumpang kapal. Kisah ini direkam dalam Al-Qur'an surat Al-Firqan: 37. Dalam kisah kaum Nabi Hud, yaitu kaum 'Ad, mereka diterpa oleh badai yang amat dahsyat selama tujuh hari, mereka bergelimpangan bak pohon kurma yang lapuk bertumbangan. Ternak, sawah-ladang dan seluruh pemukiman hancur lantak dibinasakan oleh badai tersebut. Sebagaimana yang direkam dalam al-Qur'an surat Hud: 59. Demikian juga pada kisah kaum Tsamud, pada zaman Nabi Shalih as. Mereka disambar petir dan guntur hingga menyebabkan mereka mati di tempat pemukiman mereka. Diceritakan dalam Al-Qur'an surat As-Syams: 11. Demikian juga kaum Nabi Luth dihujani batu, dengan sebab yang sama yaitu, mereka mendustakan para Rasul Allah, disebutkan dalam surat As-Syuara':160-161. Dan masih banyak lagi kisah kehancuran yang dialami oleh kaum-kaum zaman dulu yang memusuhi utusan-utusan Allah, yang melawan kebenaran yang datang dari Allah SWT. seperti kaumnya Nabi Syu'eb dan Nabi Musa. Mereka diazab oleh Allah karena mereka berbuat zalim, mengingkari dan melawan kebenaran, melawan ajaran Islam.
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian kepada umatnya bahkan kepada seluruh umat manusia, sekaligus agama yang rasional dalam menyikapi perdamaian itu. Bahwa perdamaian tidak bisa ditumpukan kepada satu pihak saja melainkan juga harus diusahakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Dalam konteks yang demikian, umat Islam akan menyandarkan kedamaian hidupnya kepada Allah yang menjanjikan surga. Maka kita jalani saja peran kita sebagai hamba Allah untuk melangsungkan rencana-rencanaNya. Orang-orang baik akan menemui kebaikan-kebaikan yang dianugrahkan Allah kepadanya. Jadi, Allah berfirman bersabarlah sambil terus istiqomah mengerjakan kebajikan dijalan Nya.
Dalam Al-Qur’an surah An Nahl (16) : 127-128
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan mereka yang berbuat kebajikan.
Dalam Al-Qur’an surah Al Insaan (76) : 24
Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.
Jadi jelaslah sekarang posisi umat Islam dalam kancah peradaban dunia bahwa umat Islam harus mengambil peran yang mendinamisasikan perdamaian global tanpa harus kehilangan rasionalitasnya. Umat Islam harus menjadi juru damai karena memang itulah misi kita sebagai umat Islam menciptakan tatanan masyarakat yang adil sejahtera bagi seluruh umat manusia didalam Ridha Allah, Sang Maha Pemurah “masyarakat rahmatan lil alamin. Hanya orang-orang yang ingin menjadi hamba-hamba Allah yang saleh saja yang bisa bersikap secara rasional dan proporsional dalam menjalani kehidupan agamanya.
Dalam Al-Qur’an surah Az Zummar (39) : 10
Katakanlah: “hai hamba-hambaku yang beriman, bertaqwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik didunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Dalam Al-Qur’an surah Ar Rum (30) : 60
Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-sekali janganlah orang-orang yang tidak menyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.
Dalam Al-Qur’an surah Al Ahqaf (46) : 35
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu
Menurut Gusdur bahwa Islam bukan agama kekerasan, benturan antar ”kebenaran” terjadi saat orang-orang berani mengambil-alih jabatan Tuhan, fungsi Tuhan,dan kerjaan Tuhan. Padahal, dalam ajaran tauhid, urusan kebenaran adalah hak prerogratif Tuhan, jadi bagaimana kita berusaha meminimalkan benturan itu menjadi sifat yang toleran dan welas asih terhadap sesama, membenarkan yang salah dengan hati dan akal sehat, dengan opini otak yang cerdas dan cendekiawan bukan dengan okol tangan atau senjata, membangunkan kaum Muslim yang tertidur dengan trik-trik yang memaksa mereka berpikir supaya mereka terpaksa giat belajar, jangan cuma puas sebagai sampah yang bangga dengan fatwa- fatwa yang seolah lahir dari egoisme belaka. Sekarang ini kita adalah mayoritas di dunia, bagaimana bila kita jadi yang minor.
JIHAD
Jihad adalah perjuangan untuk mencapai hal yang lebih baik kemasa depan dalam kondisi rahmatan lil alamin.Meskipun membolehkan perang dan membunuh lawan, dengan sangat jelas Allah melarang perbuatan yang berlebih-lebihan melampui batas,dan Allah tidak suka kita berbuat yang melampui batas karena tidak membuat semuanya menjadi lebih baik.
Hawa nafsu, kemarahan harus ditundukkan oleh akal sehat dan keikhlasan. Mencegah kemungkaran harus dalam orientasi untuk amar ma’ruf. Untuk membangun kehidupan yang lebih baik bukan untuk menghancurkannya.
Dalam Al-Qur’an surah al maa’idah (5) : 8
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jamganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat diatas memberikan koridor umum kepada umat Islam agar dalam melakukan ibadahnya tidak didasari oleh kebencian. Tidak boleh berlaku tidak adil dan aniaya semata-mata disebabkan oleh kebencian itu meskipun dengan alasan, mereka menghalang- halangi ibadah kita.
Dalam ayat diatas dikatakan janganlah sekali-kali kebencianmu mendorongmu berbuat aniaya semua langkah dalam beragama ini harus didasarkan karena Allah semata. Itulah yang diajarkan dalam QS. 5:8 diatas; Tegakkanlah kebenaran hanya karena Allah semata.
Berjihad dikarenakan kebencian hanya akan menurunkan nilai jihad kita dimata Allah bahkan melanggar perintahnya. Bagaimana bisa kita menjalankan perintah Allah dengan cara melanggar larangan-Nya.
Perlu diingat kejadian tentang kisah sahabat Ali bin Abi Thalib ketika perang tanding yaitu ketika ia bisa menjatuhkan musuhnya, tetapi tidak jadi membunuhnya karena dia dilanda kemarahan yang sangat disebabkan diludahi oleh musuh yang sudah tergeletak hampir dibunuhnya. Ia tidak jadi membunuhnya bahkan meninggalkan musuhnya itu, sehingga ditanya oleh salah seorang sahabat kenapa tidak dibunuhnya musuh yang sudah tak berdaya itu ? Ia menjawab bahwa ia sedang marah karena diludahi sehingga kalau ia membunuh musuh saat itu perbuatannya bukan karena Allah melainkan karena kemarahan. Ali menerapkan substansi ayat-ayat diatas, bahwa jangan sampai membunuh dikarenakan kebencian melainkan harus murni karena Allah semata tanpa hawa nafsu yang menguasainya.
Maka jihad harus dimaknai secara tepat dan proporsional. Secara umum adalah bermakna berjuang di jalan Allah untuk semakin mendekatkan diri dalam beribadah kepada-Nya.
Ada lima ayat yang memerintahkan jihad kepada umat Islam dan dari kelima ayat itu yang bermakna perang fisik cuma satu, selebihnya adalah bermakna perjuangan untuk mendekatkan diri kepadaNya dan menyiarkan agama Islam kepada umat manusia.
Kelima ayat tersebut terdapat dalam surah yaitu 1) QS. Al Maaidah (5) : 35, 2) QS. At- Taubah (9) : 41, 3) QS. At- Taubah (9) : 73,4) QS. Al Hajj (22) : 78 keempat ayat tersebut mengajak kita untuk bersikap teguh terhadap pelaksanaan perintah agama secara istiqomah tidak mengajak kita untuk berperang, dan yang Kelima dalam QS. Al Furqaan (25) : 52 yang artinya “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhdadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang benar.
Karena itu memaknai Jihad hanya sebagai perang fisik adalah mempersempit substansi jihad itu sendiri dan mendegradasi kualitas agama Islam dari agama damai menjadi agama perang yang menakutkan bagi siapa saja.
Sekali lagi Islam adalah agama yang penuh kedamaian, bukan agama keras dan penuh kekerasan. Benturan antar ”kebenaran” terjadi saat orang-orang berani mengambil-alih jabatan Tuhan, fungsi Tuhan, dan kerjaan Tuhan. Padahal, dalam ajaran tauhid, urusan kebenaran adalah hak prerogatif Tuhan, jadi bagaimana kita berusaha meminimalkan benturan itu menjadi sifat yang toleran dan welas asih terhadap sesama, membenarkan yang salah dengan hati dan akal sehat, dengan opini otak yang cerdas dan cendekiawan bukan dengan okol tangan atau senjata, membangunkan kaum Muslim yang tertidur dengan trik-trik yang memaksa mereka berpikir supaya mereka terpaksa giat belajar, Jangan cuma puas sebagai sampah yang bangga dengan fatwa- fatwa yang seolah lahir dari egoisme belaka. Sekarang ini kita adalah mayoritas di dunia, bagaimana bila kita jadi yang minor.
ISLAM MENGANJURKAN PERDAMAIAN
Perdamaian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Maka untuk mencapai kedamaian tersebut Ibnu Khaldun di dalam Mukaddimah-nya menyebutkan bahwa setiap manusia harus menjalin hubungan yang harmonis dengan yang lain. Karena Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang senantiasa melakukan interaksi. Bahkan menurut Wahiduddin Khan di dalam bukunya The Ideology of Peace menyatakan bahwa perdamaian merupakan tanda dari eksistensi manusia itu sendiri.
Selain dipicu dari instrinsik diri manusia, nilai-nilai perdamaian juga dapat ditemukan dan diinspirasi dalam pandangan-pandangan keagamaan dan kemasyarakatan. Seperti halnya Islam adalah agama perdamaian. Banyak alasan untuk menyatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian. Dan dalam hal ini Zuhairi Misrawi setidaknya telah memberikan 3 alasan di dalam bukunya Al-Qur’an Kitab Toleransi. Pertama; Tuhan adalah maha damai, karena salah satu nama-nama Tuhan di dalam al-asma al-husna, yaitu al-salam (yang maha damai).
Kedua perdamaian merupakan keteladanan yang dipraktikkan oleh nabi Muhammad saw. Ketiga perdamaian merupakan salah satu bentuk ukuran tingginya peradaban manusia. Selain itu, sebenarnya dari kata Islam itu sendiri berarti kepatuhan diri (submission) kepada Tuhan dan perdamaian (peace). Oleh karena itu lebih lanjut Zuhairi mengatakan bahwa perdamaian sebenarnya merupakan inti dari agama dan relasi sosial. Menolak perdamaian merupakan sikap yang bisa dikategorikan sebagai menolak esensi agama dan kemanusiaan.
Di dalam al-Qur’an sendiri telah tegas dijelaskan bahwa Allah swt. sangat menganjurkan hidup damai, harmonis dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa dan ras mereka. Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim (al-Mumtahanah 8-9).
Imam al-Syaukani dalam kitabnya Fathul Qadir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu non muslim yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang non muslim lainnya dalam memerangi umat Islam.
Adapun sebab turun ayat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya al-Musnad dari Abdullah bin Zubair. Ia berkata: “Qatilah mendatangi putrinya Aisyah binti Abi Bakar. Namun Asma’ enggan menerima hadiah dan kedatangan perempuan itu ke rumahnya. Karena itu, Aisyah menanyakan permasalahan tersebut kepada Nabi Saw. maka Allah menurunkan surat al-mumtahanah ayat 8-9. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan Asma’ untuk menerima hadiah dan kedatangan ibunya ke rumahnya.
Rasulullah Saw. juga memerintahkan untuk tidak berbuat dzalim kepada non muslim yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda: “Siapa yang membunuh (non muslim) yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surge bisa dicium dari jarak empat puluh perjalanan (di dunia).” (H.R Ahmad, al-Bukhari, al-Tirmidzi, al-Nasa’I, dan Ibn Majah).
Dalam implementasinya, Nabi Saw. juga bergaul baik dengan orang-orang non muslim. Nabi Saw. berinteraksi dalam masalah muamalah antara lain dengan seorang Yahudi bernama Abu Syahm. Nabi Saw. juga berhubungan baik dengan Mukhairiq seorang pendeta Yahud.bahkan Mukhairiq ketika terjadi perang Uhud antara umat Islam dengan paganis tahun 4 H., Mukhairiq ikut berperang di pihak Nabi Saw. Aisyah juga sering menerima tamu dari wanita-wanita Yahudi. Demikianlah gambaran hidup damai ditengah pluralitas masyarakat yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Sementara itu, seluruh praktik ritual keagamaan di dalam Islam pun selalu mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian. Misalnya, setiap selesai shalat, umat islam senantiasa membaca doa atau wiridan yang bersisikan tentang harapan untuk hidup damai. Wiridan tersebut berbunyi wahai tuhan engkau adalah maha damai, darimu muncul kedamaian. Dan kepada mu kedamaian akan kembali, maka hidupkan lah kami dengan kedamaian dan masuk kan lah kami ke dalam surge rumah kedamaian.
Rasulullah Saw. juga sangat mengapresiasi umat Islam yang mendamaikan antara sesama manusia. Sebagaimana terekspos dalam kitab shahih al-Buhkari Rasulullah Saw bersabda: Setiap ruas tulang pada manusia wajib atasnya shadaqah & setiap hari terbitnya matahari di mana seseorang mendamaikan antara manusia maka terhitung sebagai shadaqah.
Saking pentingnya berdamai dan hidup harmonis, Rasulullah Saw. tidak menganggap pendusta bagi orang yang mengadu domba antara kedua orang yang bertikai dengan mengatakan hal-hal yang baik diantara keduanya, karena tujuan sebenarnya orang tersebut adalah untuk mendamaikan, bukan mengadu domba. Sebagaimana dalam hadis riwayat imam al-Bukhari Bukanlah disebut pendusta orang yg menyelesaikan perselisihan diantara manusia lalu dia menyampaikan hal hal yg baik (dari satu pihak yg bertikai) atau dia berkata, hal hal yang baik.