MINAK JINGGO & DAMAR WULAN DALAM KISAH SEJARAH BLAMBANGAN
Awal cerita bermula di istana kerajaan Majapahit dimana Ratu Suhita yang bergelar Ratu Ayu Kencono Wungu merasa resah akan serangan-serangan Kebo Marcue. Kebo Marcuet sendiri digambarkan sebagai mahluk manusia berkepala kerbau yang sakti dan tidak terkalahkan. Telah dicoba untuk membunuhnya dengan mengirimkan banyak pasukan, namun Majapahit tidak juga berhasil memusnahkan Kebo Marcuet.
Raden Ayu Kencana Wungu sebagai ratu mengambil tindakan menggelar sayembara bahwa barang siapa yang mampu membunuh Kebo Marcuet akan mendapatkan hadiah diperbolehkan mempersunting Ratu Ayu dan menjadi Raja Majapahit. Sayembara dengan hadiah menggiurkan ini sampai di telinga Adipati Blambangan Bhre Wirabumi yang bergelar Minak Jinggo dan saat itu juga Minak Jinggo memutuskan untuk mengikuti sayembara tersebut.
Dengan Gadha (pentungan) Wesi Kuning-nya (besi kuning), Minak Jinggo berhasil mengalahkan Kebo Marcuet. Diceritakan pula bahwa siapapun yang dihadapkan pada gadha Wesi Kuning milik Minak Jinggo akan lemas dan ambruk dengan mudahnya. Walaupun begitu, Kebo Marcuet juga ternyata memiliki kesaktian sehingga mampu melukai beberapa bagian tubuh Minak Jinggo sehingga Minak Jinggo yang awalnya tampan rupawan menjadi cacat buruk rupa.
Melihat rupa fisik Minak Jinggo yang telah buruk itu Ratu Suhita atau Kencana Wungu ingkar janji dengan menolak pinangan Minak Jinggo. Tentu saja kondisi ini membuat Minak Jinggo marah dan melakukan penyerangan untuk mendapatkan haknya mempersunting Putri Ayu dan menjadi Raja Majapahit. Untuk menghadapi Pemberontakan Adipati Blambangan, Ratu Ayu kembali menggelar sayembara, barang siapa yang mampu membunuh Bhre Wirabumi atau Minak Jinggo akan diperkenankan mempersuntingnya dan menjadi raja di Majapahit.
Seorang pemuda bernama Dharma Sasongko yang selanjutnya sering disebut sebagi Damar Wulan adalah pemuda tampan yang bertugas mengurusi kuda-kuda Patih Lohgender, patih Majapahit masa itu. Dua putra Mahapatih tidak menyukai Damar Wulan, Layang Seto dan Layang Gumitir justru cendrung memusuhi dan sering melecehkan Damar Wulan karena iri dengan ketampanan dan ketenarannya. Patih Lohgender juga memiliki seorang putri bernama Anjasmoro yang menyukai Damar Wulan. Patih Lohgender sendiri lebih cendrung membela dua putranya karena Patih juga ingi dua putranya tenar dan menjadi kebanggaan Majapahit.
Layang Seto dan Layang Gumitir semakin membeci Damar Wulan ketika mendengar Damar Wulan diutus Ratu Ayu untuk pergi ke Blambangan dan membunuh Minak Jinggo karena itu berarti Damar Wulan memiliki potensi untuk bisa mempersunting Rata Ayu nantinya dan menjadi raja Majapahit. Damar Wulan akan semakin cemerlang sedangkan mereka berdua harus tunduk kepada pemuda yang selama ini mereka lecehkan. Maka mereka membangun rencana untuk menjegal langkah Minak Jinggo.
Telah terkenal ke seantero negeri tantang kehebatan Gadha Wesi Kuning Minak Jinggo, tahu akan hal itu Damar Wulan mendekati kedua selir Minak Jinggo yang bernama Dewi Wahita dan Dewi Puyengan yang mana keduanya dikisahkan berasal dari keluarga ningrat masing-masing di Bali. Karena ketampanan, keramahan dan sikapnya yang mempesona, akhirnya Dewi Wahita mau diminta mencuri Gadha Wesi Kuning Minak Jingga dan memberikannya kepada Damar Wulan dengan perjanjian yang sudah disetujuai semua pihak berupa Damar Wulan akan menikahi Dewi Wahita dan Dewi Puyengan setelah mengalahkan Minak Jinggo nantinya.
Sangat bisa ditebak bahwa Damar Wulan jadi tidak terkalahkan dengan Gadha Wesi Kuning di tangannya. Minak Jinggo mati di tangannya, lalu Damar Wulan memenggal kepala Minak Jinggo untuk dibawa ke Majapahit dan dijadikan sebagai bukti kepada Ratu Ayu bahwa dirinya telah berhasil membunuh Minak Jingga.
Di dalam perjalanan, di sebuah gunung, Damar Wulan dihadang Layang Seto dan Layang Gumitir dengan tujuan merebut kepala Minak Jinggo. Maunya kalau Layang Seto dan Layang Gumitir berhasil membunuh Damar Wulan dan merebut kepala Minak Jinggo, keduanya bisa menghadap Ratu Ayu dan mengaku bahwa mereka yang telah membunuh Minak Jinggo dengan bukti kepala Minak Jinggo yang ada di tangan mereka sehingga salah satu dari mereka akan mempersunting Ratu Ayu dan menjadi Raja di Majapahit.
Namun khayalan indah itu tidak pernah menjadi kenyataan, yang ada justru Layang Seto dan Layang Gumitir mati di tangan Damar Wulan di atas gunung itu. Kini gunung tempat mereka bertiga berduel saling membunuh biasa disebut Gunung Gumitir karena Layang Gumitir mati di sana. Gunung Gumitir sendiri merupakan perbatasan antara Banyuwangi dan Jember.
Pada akhirnya Dharma Sasongko atau Damar Wulan menjadi Raja Majapahit, menikahi Ratu Ayu Suhita atau Ratu Ayu Kencana Wungu, Menikahi Anjasmoro, Menikahi Dewi Wahito dan Dewi Puyengan.
Cerita Damar Wulan.
Cerita bermula ketika Adipati Blambangan, Minak Jinggo dikabarkan ingin memberontak kepada kerajaan Majapahit yang saat itu dipimpin Ratu Suhita atau Ratu Ayu Kencana Wungu. Tentu saja kesaktian Minak Jinggo beserta gadha sakti Wesi Kuning merupakan ancaman yang serius bagi Ratu Ayu. Menghadapi kondisi semacam itu Ratu Ayu Kencana Wungu menggelar sayembara yang berbunyi "Barang siapa dapat membunuh Minak Jinggo akan mendapatkan hadiah diperbolehkan menikahi Ratu Ayu dan akan dijadikan Raja Majapahit.
Suatu malam Ratu Ayu bermimpi mengenai petunjuk bagaimana cara mengatasi pemberontakan Minak Jinggo, yaitu dengan mengutus seorang pemuda pengurus kuda sang patih bernama Damarwulan. Keesokan harinya Ratu Ayu memrintahkan Patih Logender untuk menemukan Damarwulan dan mengutusnya untuk membunuh Minak Jinggo.
Lalu muncullah Damarwulan sebagai pemuda yang disukai banyak orang, memiliki paras tampan dan berbudi perkerti baik. Damarwulan diperlihatkan sebagai tokoh utama yang disanjung semua orang sedangkan Minak Jinggo diperlihatkan tokoh jahat buruk rupa yang dibenci semua orang.
Sang patih sendiri yang bernama Logender memiliki dua putra bernama Layang Seto dan Layang Kumitir yang membeci dan sering menyiksa Damarwulan dan memiliki seorang putri bernama Anjasmoro yang justru menyukai Damarwulan. Sang patih bisa dengan mudah menemukan Damarwulan dan memerintahkannya untuk pergi membunuh Damarwulan. Maka berangkatlah Damarwulan untuk membunuh Minakjinggo seperti yang diperintahkan.
Namun di dalam hati Patih Logender sebenarnya menginginkan putranya yang akhirnya mampu membunuh Minakjinggo, menikahi Ratu Ayu dan menjadi Raja Majapahit. Maka disusunnya rencana busuk untuk membuat keinginannya itu menjadi kenyataan.
Di sisi lain, Damarwulan mampu membuat dua selir Minak Jinggo Dewi Wahita dan Dewi Puyengan untuk mencuri gadha sakti Wesi Kuning Minak Jingg dan memberikannya kepada Damarwulan. Akhirnya Damarwulan mampu memenggal kepala Minak Jinggo dan segera kembali ke Majapahit.
Ditengah perjalanan ke Majapahit, Damarwulan dihadang Layang Seto dan Layang Kumitir. Damarwulan berhasil didorong ke jurang oleh keduanya. Lalu keduanya kembali ke Majapahit dan mengaku bahwa mereka berdua yang mampu mengalahkan Minak Jinggo. Namun hal ini membuat Ratu Ayu ragu akan kebenaran paengakuan itu. Sedangkan Damarwulan tenyata masih hidup karena ditolong arwah ayahandanya dan segera kembali ke Majapahit.
Mengetahui Damarwulan kembali ke Majapahit, Ratu Ayu yakin bahwa yang membunuh Minak Jinggo sebenarnya adalah Damarwulan. Ratu Ayu mengambil keputusan untuk mengadakan adu tanding antara duo Layang Seto dan Layang Kumitir dengan Damarwulan. Siapa yang menang, dialah yang dinyatakan sebagai juara sayembara dan berhak menikahi Ratu Ayu serta menjadi Raja Majapahit. Adu laga digelar dan Damarwulan yang akhirnya menang. Damarwulan menjadi Raja Majapahit dan memperistri Ratu Ayu Kencana Wungu.
Melihat kenyataan itu, Patih Logender ambil tindakan. Dia mengarahkan Layang Kumitir untuk merangkul kerajaan-kerajaan kecil yang berniat memberontak kepada Majapahit untuk menggelar pemberontakan secepatnya. Patih juga mengarahkan agar Layang Seta membujuk dua orang saudara Damarwulan untuk memerangi Damarwulan dan membunuhnya.
Ketika Damarwulan menghadapi dua orang saudaranya itu, arwah ayahanda Damarwulan kembali hadir dan melerai duel ketiga putranya tersebut. Selanjutnya tiga bersaudara ini bersama-sama menghadapi para pemberontak dan berakhir dengan kemenangan. Begitulah kisah Damarwulan, pemuda tampan pujaan semua orang.