Ngalah Ngalih Ngamuk
Pepatah Jawa ini jika diterjemahkan secara harfiah, yang artinya :
1.
Ngalah
: Mengalah
2.
Ngalih
: Menyingkir dan
3. Ngamuk : Bertindak
Ngalah adalah sebuah kosa kata atau istilah yang tidak pernah ada dalam kamus bahasa Jawa. kosa kata kalah ciptakan oleh Wali Songo pada jaman berkembangnya Islam di Nusantara. Dahulu, masyarakat Jawa hanya memiliki dua pedoman hidup, ketika mereka sedang berselisih atau berebut sesuatu maka pilihannya hanya dua, yaitu menang atau mati.
Itulah sebabnya runtuhnya Kerajaan Majapahit ketika terjadi perebutan kekuasaan, mereka hanya berpegang pada dua keyakinan, yaitu menang atau mati, dan tidak mengenal istilah sabar. sabar adalah kosa-kata yang diciptakan Walisongo yang berasal dari bahasa Arab. Ngalah di ambil dari suku kata Allah, nga artinya menuju dan Allah artinya Gusti Allah, jadi kata ngalah memiliki makna menuju Gusti Allah. seperti misalkan kata ngalas, artinya menuju alas atau hutan, ngawang artinya menuju awang-awang dsb.
Pembentukan istilah-istilah baru seperti misalkan kata ngalah tersebut adalah sebuah cara atau terobosan yang diciptakan oleh Walisongo dalam menerapkan dakwah dan mengajarkan prinsip hidup yang lebih baik di kalangan masyarakat kuno di jaman dulu.
Dan itulah sebabnya kita juga pasti pernah mendengar tentang 3 kata yang menjadi prinsip hidup orang Jawa sampai saat ini. yaitu ngalah-ngalih-ngamuk. yang artinya adalah, jika seseorang itu menemui masalah atau tekanan, maka jalan yang harus di tempuh pertama adalah ngalah
atau mengalah, jika masih di tekan, maka hendaknya ngalih atau pergi. dan jika masih ditekan juga, maka tindakan akhirnya adalah ngamuk atau melakukan perlawanan.
Benar
adanya untuk kondisi dimana musuh fisik selalu mengganggu. Ketika manusia diganggu,
maka prinsip pertama adalah Ngalah, artinya bahwa Manusiaberjiwa andap asor
(rendah hati). Sekalipun musuh menantang, namun Manusiadi wajibkan sabar dengan
cara mengalah terlebih dahulu. Ketika dengan mengalah, musuh masih saja
mengganggu, maka sebagai manusia yang cinta damai seperti bunga Teratai, maka Manusiaharus
Ngalih (menyingkir). Namun ketika dua tindakan ini sudah dilakukan, sementara
musuh masih saja tetap mengganggu, maka sikap yang terakhir adalah Ngamuk
(mengamuk) adalah jalan terakhir untuk mengatasi musuh yang terus mengganggu.
Suku Jawa memiliki 3 landasan dalam keseimbangan hidup
yaitu "Ngalah (Mengalah), Ngalih (Pindah) dan Ngamuk
(Mengamuk)". Jika ada seorang Suku
Jawa diganggu kehidupannya oleh orang lain maka dia akan lebih memilih mengalah
(mengalah bisa berarti mengalah penuh atau mengalah untuk mencari strategi untuk
menang).
Jika orang Jawa sudah mengalah masih diganggu, orang
Jawa itu akan pindah (pergi ke tempat lain). Jika sudah pergi masih diganggu
maka jalan terakhir adalah mengamuk
(mengamuk dalam artian melakukan serangan baik secara
langsung atau tidak langsung).
Jangan mengira Nusantara yang selalu dipecundangi dan
ditipu pihak asing untuk diperas, akan terus dibiarkan. Memang, sikap Ngamuk
ditempatkan dibelakang oleh orang Jawa, dan secara psikologis hal ini akan
menimbulkan dendam karena sudah menumpuknya perasaan jengkel (marah) di hati.
Dalam kaitannya dengan isu penindasan global, banyak
umat Islam di seluruh dunia merasakan ketidakadilan yang melanda. Sehingga
sebagian orang Jawa yang merasa sudah jalan terakhirlah yang harus ditempuh.
Semoga para elit politik berhenti menjadi kacung dan
enggan dipecundangi, sehingga suku terbesar Nusantara ini tidak memilih langkah
ketiga; yaitu Ngamuk.
Masyarakat
Jawa semenjak dahulu telah memegang prinsip luhur dalam bermasyarakat dan
berbela rasa. Beberapa diantaranya adalah ungkapan filosofis Jawa spesifik yang
membicarakan konsep menyelesaikan masalah dan menyelesaikan konflik. Orang Jawa
sangat menjunjung tinggi sikap andhap asor atau rendah hati.
Mengutamakan
keharmonisan, keselarasan dan menjunjung tinggi sifat-sifat ksatria terwujud
melalui ungkapan pepatah Jawa Ngalah Ngalih Ngamuk.
1.
Ngalah. Ngalah (mengalah) = ng-Allah (menuju pada Allah, mengembalikan
semua persoalan pada Allah/ Tuhan, pasrah dan berserah diri)
2.
Ngalih. Ngalih (pergi), menyingkir atau
berpindah tempat, menghindari, meninggalkan keburukan
3.
Ngamuk. Ngamuk atau mengamuk (melawan)
Jika
seseorang menemui masalah, tekanan, perbedaan pendapat, konflik, maka jalan
yang harus di tempuh pertama adalah ngalah atau mengalah. Jika masih di tekan,
maka hendaknya ngalih atau pergi karena ketika masih tetap berada di tempat
yang sama justru dirugikan, memperburuk keadaan dan memperburuk konflik. Jika
masih ditekan juga, maka hendaknya tindakan yang terakhir adalah ngamuk atau
melakukan perlawanan.
Pepatah
Jawa di atas bila kita terjemahkan secara harfiah artinya: mengalah,
menyingkir, dan mengamuk (melawan). Benar adanya untuk kondisi di mana musuh
fisik selalu mengganggu. Ketika kita diganggu, maka prinsip pertama adalah
ngalah (mengalah). Artinya bahwa kita harus berjiwa andap asor (rendah hati).
Sekalipun musuh petantang-petenteng namun kita diwajibkan untuk bersabar dengan
cara mengalah terlebih dahulu. Mengalah dan memaafkan bukan berarti suatu hal
yang buruk, mengalah bukan berarti kalah. Adakalanya kita harus bersabar dan
mengalah. Mengalah untuk kemudian mempersiapkan kemenangan.
Ketika
dengan mengalah musuh masih saja mengganggu, maka sebagai individu yang cinta
kedamaian dan keharmonisan, maka tindakan berikutnya adalah kita harus ngalih
(menyingkir). Untuk sementara menepi dan menjauh. Lagi-lagi bukan karena takut
atau lemah. Tapi lebih kepada kesadaran diri untuk tidak memperburuk hubungan
ataupun memperkeruh masalah yang berpotensi memperburuk situasi. Memilih untuk
diam, tak perlu banyak bicara dan juga menyingkir sementara.
Sebisa
mungkin menghindari menggunakan amarah supaya tidak memperumit konflik atau
memperbesar masalah. Bisa saja orang yang ‘ngalih’ ini hatinya sudah demikian
terluka, tapi dia memilih untuk diam dan mengalah pergi. Kemudian menyingkir
demi menghindari konflik supaya tidak bertambah memburuk. Bukan berarti menyingkir
karena pengecut tapi menyingkir karena berjiwa besar, rendah hati, memaafkan
dan mengedepankan penyelesaian konflik dengan prinsip kekeluargaan, keselarasan
dan keharmonisan.
Namun
ketika dua tindakan ini sudah kita lakukan, sementara musuh masih saja tetap
mengganggu, makin keterlaluan dan makin berbuat kerusakan. Maka ngamuk
(mengamuk atau melawan) adalah jalan terakhir untuk mengatasi musuh yang terus
mengganggu dan berbuat kerusakan. Inilah jiwa kesatria di mana sebagai seorang
kesatria harus selalu memegang prinsip wong salah bakal seleh, mengutamakan
kesabaran dan rendah hati (mengalah), menyelesaikan suatu permasalahan dengan
kepala dingin, keselarasan dan keharmonisan.
Tidak
langsung serta merta menghadapi konflik/permasalahan dengan amarah dan
kekerasan. Tapi tetap mengedepankan diplomasi persuasi dan kekeluargaan. Baru
kemudian melawan hingga titik darah penghabisan. Semuanya bertahap dengan tetap
mengutamakan prinsip kerukunan dan keselarasan.
Berlainan
dengan kondisi masyarakat saat ini yang selalu mengedepankan curiga dan amarah
dalam menghadapi setiap konflik. Prinsip Ngalah Ngalih Ngamuk sejatinya adalah
prinsip keharmonisan dan keselarasan yang bisa diterapkan oleh setiap orang
dari berbagai lapisan masyarakat bukan hanya suku Jawa tapi seluruh masyarakat
pada umumnya.
Jangan
dulu menghadapi permasalahan dengan amarah, tapi hendaknya tetaplah berkepala
dingin dengan selalu memegang prinsip keharmonisan. Sehingga tercipta
kerukunan, kita pun hendaknya selalu menjadi pribadi yang sabar, tidak gampang
marah juga menjadi pribadi yang tidak mudah tersulut emosi. Maka kita pun akan
menjadi masyarakat yang harmonis, bersatu, toleran dan tidak mudah diadu domba.
Ngamuk
(mengamuk atau melawan) adalah opsi terakhir, bukan malah mengamuk dulu. Bukan
pula memaksa orang lain pergi atau menyingkir serta tidak mau mengalah. Tetapi
kita haruslah Ngalah Ngalih Ngamuk. Mengalah dulu dengan memaafkan, kemudian
menyingkir. Jika musuh masih keterlaluan dan makin berbuat kerusakan maka
langkah terakhir adalah melawan hingga titik darah penghabisan.
NGALAH NGALIH NGAPURA NGAMUK
Patrap lan tumindak'e wong Djawa iku sajrone sesrawungan tansah ngugemi NGA telung perkara, yaiku :
1.NGALAH
Nek ono sing njarag utowo salah paham kang bakal ndadekake padhu utowo gegeran luwih becik wani ngalah.
Ketika di hadapakan dengan sebuah masalah semua di kembalikan ke Ngersaning Gusti / pasrah.
2.NGALIH
Nek wis dingalahi ora kena, isih njarag ae utowo isih ngajak padhu luwi becik ditinggal lungo mawon, utowo tinggal ngaleh mawon.
Menjauhkan diri dari Keburukan yang akan terjadi dari permasalahan
3. NGAPURO
Ojo nyimpen panase ati, amargo roso benci lan dendam kang biso dadi racuning ati, luwih becik paringono pangapuro.
4. NGAMUK
Sampun telas anggenipun sabar ibarat sampun diwenehi ati ngrogoh rempelo.
Tidak bisa dibina tindakan selanjutnya dibinasakan.
Jalan terakhir ketika semua sudah di lakukan, sikap tegas dalam memutuskan sebuah permasalahan.
Jika pitutur ini bisa benar benar di lakukan / di ugemi , harus nya ini bisa meminimalisir Keburukan yang ada di dunia sesuai juga dengan Falsafah Jawa Memayu hayuning Bawono.