JARANAN KEDIRI DAN KUDA LUMPING
Seni Jaranan Kediri adalah jenis kesenian kuda lumping mulai muncul sejak abad ke-11 di Wengker atau Ponorogo yang diciptakan oleh Raja Ponorogo pada masa itu, tepatnya pada tahun 1045 masehi, seusai bunuh dirinya puteri Daha atau Kediri. Kesenian Jaranan masuk dari Ponorogo ke Kediri pada abad 19 masa Hindia Belanda.
SEJARAH
Jaranan Kediri berkembang di Kediri karena banyak warok Ponorogo yang mengambil bocah kecil dari Nganjuk, Madiun, Tulungagung, Trenggalek, dan Kediri yang dijadikan sebagai gemblak. Namun, mantan Gemblak di Kediri merasa malu menjadi Gemblak yang menarikan tarian anyaman kuda setelah kembali di Kediri, Barulah pada abad ke 19 setelah kabar Ranggawarsita sang pujangga Jawa yang kabur dari Pondok Pesantren Tegalsari Gebang Tinatar melakukan ngamen Jathilan di Madiun bersama pengawalnya mulai diminati kembali oleh mantan Gemblak di Kediri untuk menarikan jathilan atau jaranan, karena Ranggawarsita ternyata masih keponakan dari bupati Kediri.
Ranggawarsita mahir memainkan Jathilan karena sering berkumpul dengan para Warok Ponorogo dibandingkan belajar di Pondok, sehingga Ranggawarsita yang memiliki paras rupawan menjadi idola para warok dan mendapatkan kasih sayang serta diajarkan tentang kesenian Jathilan. Untuk mengembangkan kesenian Jathilan atau jaranan yang ada di kediri, para seniman yang mantan Gemblak belajar tari jaranan ke Tulungagung yang merupakan pengasingan dari perkumpulanan Jaranan Thek Ponorogo atau Reyog Thek dari Ponorogo.
Seniman Jaranan Kediri merasa memiliki kesenian Jaranan Sepenuhnya karena pada alur kisah Jaranan menceritakan pula kerajaan Kediri, sehingga mengangap bahwa kesenian Jaranan berasal dari Kediri untuk menutupi adanya sejarah hubungan bahwa banyak remaja kediri era Kolonial dijadikan Gemblak seorang Warok dari Ponorogo. Padahal mula adanya Kesenian Jaranan di kediri karena banyakan remaja Kediri diambil asuh oleh Warok dari ponorogo sebagai Gemblak, sehingga dalam Jaranan Kediri sangat familiar penyebutan Bopo untuk pawang, yang sejarahnya seorang warok yang mengasuh Gemblak dari Kediri ini.
Pada setelah Indonesia merdeka, Jaranan Kediri tidak jauh beda dengan Jaranan thek di Ponorogo, dari segi pakaian masih terlihat seperti pakaian yang digunakan pada penari Reog Ponorogo begitu juga musiknya, hanya saja pada Jararan Kediri tidak ada Slompret karena pada kala itu belum ada yang mampu memainkan Slompret. Barulah pengaruh Reog Ponorogo di Kediri yang di gemari juga oleh warga kediri sehingga dimasukan unsur Slompret kedalam arasemen musik pada jaranan Kediri secara bertahap pada beberapa Grup dengan mengacu nada slompret kaset pita Reog Ponorogo Sardulo Seto pimpinan Mbah Misdi.
KISAH
Adapun Dalam kisah yang dipercayai seniman jaranan Kediri yang dikaitkan dengan terjadinya Reog Ponorogo sebagai berikut :
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit yang memiliki nama lain Kilisuci. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan dan ilmu yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia akan menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
JARANAN KEDIRI TERDAPAT TOPENG BARONGAN
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertarung terlebih dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam pertempuran itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo, rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo. Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono maka diciptakanlah kesenian Reog Ponorogo oleh raja ponorogo saat itu di wengker, yang dimana di dalam kesenian reog terdapat tarian jathilan (Kuda Lumping) menyebar hingga kediri karena banyaknya remaja kediri dipinang oleh warok untuk sebagai gemblaknya. sehingga Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama, Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Dalam penyebutan, singo barong sering biasa disebut Sima dalam bahasa jawa kuno yang berarti singa. sedangkan macan atau gembong disebut Sardula yang berarti harimau, turonggo yang merupakan bahasa jawa kuno berarti Kuda. Hal ini mempengaruhi nama - nama jaranan di kediri sperti adanya nama singo yang diambil dari tokoh singo barong, Menggolo yang diambil dari tokoh warok ponorogo, Suro yang diambil dari nama depan tokoh-tokoh warok ponorogo seperti Suro Menggolo, suro bangsat, suro Handoko, dan Turonggo yang diambil dari nama kuda.
PERALATAN (PERLENGKAPAN PENTAS)
Pada pertunjukan Jaranan Kediri diperlukan berbagai peralatan kesenian sebagai berikut :
1. Kuda Lumping, Penari di bagian ini menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan kuda. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada panjang jathilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
2. Celeng, Penari di bagian ini menggunakan kulit hewan bisa juga menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan babi. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada jpanjang athilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
3. Topeng Barongan Singo Barong, Penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Sembryong Ponoragan atau Celana Serembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
4. Topeng Barongan Kucingan alias Klono sewandono, Penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Serembyong Ponoragan atau Celana Srembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
5. Bopo atau Bomoh, merupakan panggilan Gemblak kepada Warok yang dianggap seabagai ayah atau bapak, Bopo berarati Bapak. pada Bagian ini menggunakan udeng, Kaos Lorek Ponoragan, Penadon Ponoragan, Othok Ponoragan, Celana Kombor Ponoragan, tali Kolor Ponoragan dan Pecut besar. adapun bopo saat ini hanya tanpa menggunakan penadn, cukup mengenekan kaos lorek.
6. Musik sebagai pengiring terdiri dari Kendang, 3 kenong, 2 Gong, Slompret Reog. Pada Jaranan Kediri, mulanya tidak menggunakan Slompret setelah mendapat pengaruh dari Ponorogo barulah ada penambahan Slompret untuk mengiringi Jaranan Kediri, Instrumen opening yang menjadi acuan Jaranan Kediri saat ini adalah kaset pita dari Reog Ponorogo Grup Sardulo Seto.
7. Ubo Rampe atau sesajen
PEMENTASAN
Pementasan Jaranan di Kediri terdapat urutan sebagai berikut :
1. Buka Kalangan, para Bopo membawa ubo rampe atau sesajen dengan dupa. setelah itu para bopo mencambukan pecut besar ke tanah.
2 Tarian kuda lumping
3. Tarian Celeng
4 Tarian Barongan Kucingan, Rampak
5. Tarian Barongan Singo Barong, Rampak
6. Tarian pertarungan kuda lumping melawan celeng dan Barongan singo Barong
KESURUPAN
Dalam pementasan Jaranan sering terjadinya tawuran antara pemain dan penonton, karena banyak penonton yang melanggar aturan sperti bersiul, karena hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi penari dan membuat roh leluhur pada jaranan marah.
HAK CIPTA JARANAN KEDIRI
Hak cipta Jaranan Kediri ditolak
Pada tahun 2009 Pemerintah kab. Kediri pernah mengajukan Hak Cipta Paten ke kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bahwa Jaranan adalah kesenian kuda lumping asal Kediri, sebagai antisipasi kedepannya apabila kuda lumping diklaim Malaysia. Namun Permintaan tersebut di tolak pada tahun 2010 setelah melalui proses panjang, karena pada jaranan yang diajukan pemkab Kediri sendiri sebenarnya Jaranan tidak bisa dipatenkan karena memiliki banyak variasi gerakan di sejumlah daerah. Selain Kediri, kesenian ini juga ditemukan di Kabupaten Nganjuk, Blitar, Ponorogo dan Tulungagung, terlebih kesenian properti anyaman berbentuk kuda sudah dipatenkan dalam kesenian Reog .
Selain itu, persoalan kesenian kuda lumping di Malaysia telah selesai. Kuda Kepang merupakan kuda lumping yang di kenal di Malaysia di lestarikan oleh keturunan Jawa bagian Ponorogo, Bukan Jawa bagian Kediri.
KUDA LUMPING
Kuda lumping adalah tarian tradisional Indonesia yang berasal dari Jawa
Kuda lumping juga disebut Jaran kepang atau Jathilan adalah tarian tradisional Jawa Berasal Ponorogo yang menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Atraksi memakan kaca di beberapa pertunjukan kuda lumping
TENTANG KUDA LUMPING
Tarian Kuda Lumping ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari Reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatra Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia, Suriname, Hong Kong, Jepang , Singapura , Inggris , dan Amerika.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan Bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reog abad ke 11.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
PAGELARAN TARI KUDA LUMPING
Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
JENIS-JENIS KUDA LUMPING
Para penari Jathil di pementasan Reog Ponorogo.
Dari Ponorogo menyebar ke berbagai daerah hingga menjadi kuda lumping dengan ciri khas setempat, Berikut berbagai Jenis Kuda Lumping yang ada :
1. Jathil Reog, Ponorogo
2. Jathil Obyok, Ponorogo
3 Jaranan Thek, Ponorogo
4. Jaranan Sentherewe, Ponorogo dan Tulungagung
5. Jaranan Kediri, Kediri
6. Jaranan Turonggo Yakso, Trenggalek
7. Jaranan Buto, Banyuwangi
8. Jaranan Dor, Jombang dan Malang
9. Jaranan Suroboyoan, Surabaya
10. Jathilan Diponegoro, Yogyakarta dan Jawa Tengah
11. Jathilan Hamengkubuwono, Yogyakarta dan Jawa Tengah
12. Jathilan Warok, Yogyakarta dan Jawa Tengah
13. Jathilan Wiroyudho, Temanggung
14. Jaran Kencak, Lumajang
15. Jaran Jenggo, Lamongan dan Gresik
16. Ebeg, di Kawasan kebudayan Jawa Ngapak
17. Seni Reak, Bandung Raya dan Sumedang
18. Jaran Sang Hyang, Bali
19. Kuda Kepang, Malaysia
20. Kuda Gipang, Banjar.
KUDA LUMPING DI LUAR NEGERI
Kuda Lumping dapat ditemukan di luar negeri seperti, Singapura, Malaysia, Hongkong, Korea, Suriname. Suriname dan Malaysia juga dapat ditemukan banyak kelompok seni Kuda Lumping.